Regulasi di sektor komunikasi saat ini dinilai belum demokratis. Yang dimaksud demokratis antara lain mencakup kedaulatan rakyat, keadilan sosial, dan hak asasi manusia. Makna kedaulatan rakyat yaitu masyarakat mendapatkan segala informasi yang ada saat ini. Sementara itu, terkait regulasi seharusnya tidak hanya bias kepada pemodal besar saja yang mengakibatkan tayangan di media menjadi Jakarta sentris.
“Misalnya pada undang-undang ITE di Indonesia regulasinya masih terlalu otoriter terutama regulasi terkait sektor kedaulatan rakyat, keadilan sosial dan HAM,” urai peneliti dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2M), Wendratama, dalam diskusi dan peluncuran buku Membangun Sistem Komunikasi Indonesia: Terintegrasi, Adaptif, dan Demokratis, di Perpustakaan UGM Lantai 2, Selasa (24/5). Diskusi ini menghadirkan beberapa peneliti dan dosen Ilmu Komunikasi UGM, seperti Rahayu, M.Si, MA, serta Dr. Ana Nadhya Abrar, MES.
Dalam diskusi tersebut tim peneliti memaparkan gagasan mereka dalam penyusunan buku tersebut. Ketua tim peneliti dari PR2M, Rahayu, M.Si, M.A., menyampaikan gagasannya mengenai regulasi sektor komunikasi yang ada di Indonesia saat ini. Menurut Rahayu regulasi yang ada sekarang saling bertentangan satu sama lain.
“Sebelum bisa mencapai undang-undang induk maka undang-undang yang ada perlu diselaraskan atau dibuat agar harmonis sehingga tidak saling bertentangan,” tambahnya.
Senada dengan itu, Dr. Ana Nadhya Abrar, MES., melihat undang-undang yang ada masa berlakunya cukup lama sehingga tidak responsif dan tidak adaptif. Abrar mengapresiasi langkah PR2M yang berhasil meluncurkan buku tersebut.
Seperti diketahui, saat ini sektor komunikasi diatur terutama oleh enam undang-undang, yakni UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 32/2002 tentang Penyiaran, UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No.40/1999 tentang Pers, UU No.33/2009 tentang Perfilman, dan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dengan kondisi ini maka negara memiliki kewajiban menjaga independensi lembaga regulator agar kewenangan, tugas, dan tanggung jawabnya dapat berjalan secara maksimal. Untuk itu nantinya penyatuan regulator cukup penting dan perlu dipersiapkan untuk meningkatkan koordinasi dan efektivitas pekerjaan maupun anggaran negara (Humas UGM/Tri)