Dosen Jususan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Dr. Cornelis Lay, mengatakan proses demokrasi bisa berjalan dengan baik apabila didukung keberadaan tiga institusi penting, yakni partai politik, parlemen dan pemilu. Meskipun ketiga institusi tersebut selalu dikritisi dan belum mendapat kepercayaan penuh dari sebagian kelompok masyarakat namun keberadaannya sangat diperlukan. “Kita tidak pernah bisa menghindar dari ketiganya, meskipun bisa saja kita memusuhi, mencurigai, namun itu tidak mengubah apa-apa, demokrasi membutuhkan ketiganya, kita membutuhkan ketiganya untuk menjadi lebih baik,” kata Cornelis Lay dalam sebuah diskusi politik di selasar Fisipol UGM, Kamis (26/5).
Untuk menjadikan ketiga institusi tersebut menjadi lebih baik, kata Cornelis, diperlukan proses pendidikan politik yang baik bagi aktivis partai. Bahkan, sebaliknya pendidikan politik bagi pemilih dan calon pemilih.
Cornelis menerangkan Fisipol UGM sudah berupaya melakukan program penguatan pendidikan politik bagi calon pemilih baik melalui media maupun bertemu langsung dengan para siswa selaku calon pemilih pada pemilu mendatang.”Kita selama ini secara langsung datang ke kelompok masyarakat seperti mahasiswa maupun pelajar untuk memberikan pendidikan politik pemilih pemula. Kita juga memberikan pendidikan politik untuk siswa SMP di DIY sebagai calon pemilih (pemilu) 2019,” katanya.
Selain itu, kata Cornelis, pihak Fisipol UGM sebenarnya berkeinginan untuk melakukan program penguatan pendidikan politik bagi aktivis dan politisi dari seluruh partai politik. Namun, keinginan itu belum kesampaian. Menurutnya, keinginan itu bisa terlaksana apabila ide tersebut disambut baik oleh partai politik dan politisi. “Ke depan kita mencoba memberikan progran pendidikan politik bagi para politisi, lalu sharing pengalaman, tidak hanya bermanfaat bagi politisi namun juga kalangan mahasiswa,” katanya.
Anggota DPR RI, Akbar Faizal, menyambut baik ajakan Cornelis untuk melaksanakan pendidikan politik bagi para politisi. Hal itu menurutnya akan mensinergikan hubungan antara partai politik dengan para akademisi di kampus semakin baik sehingga target pembangunan negara makin terlaksana. “Kita tak ingin membiarkan partai politik ngomong sendiri dan pihak kampus ngomong sendiri. Saya kira kampus seperti UGM menjadi tepat agar partai selalu mawas diri,” tuturnya.
Selain bersinergi dengan kampus, partai politik menurut Akbar juga menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat atau sukarelawan. Pasalnya, selama ini antara partai politik dan sukarelawan saling berseberangan. Selain itu, kepercayaan masyarakat pada partai politik semakin menurun. “Dari hasil survei, tingkat kepercayaan publik hanya 39,2 persen pada partai politik,” katanya.
Menurutnya tidak mudah untuk meraih dukungan dari masyrakat sipil dan sukarelawan. Gerakan civil society saat ini begitu menguat apalagi didukung oleh media. Meski begitu, dukungan sukarelawan pada partai politik akan menguat apabila kandidat pemimpin yang didukung mencerminkan aspirasi masyarakat. “Rakyat jatuh cinta pada sosok pemimpin bukan hanya institusi partai,” terangnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)