UGM dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY sepakat melakukan kerja sama dalam penanganan masalah hukum di bidang perdata dan tata usaha negara. Kesepakatan kerja sama ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D., dan Wakil Kepala Kejati DIY, Sampe Tuah, S.H., Kamis (2/6) di Ruang Sidang Pimpinan Kantor Pusat UGM.
Mewakili Kepala Kejati DIY, Sampe Tuah mengatakan bahwa penandatanganan nota kesepahaman bersama ini merupakan acara yang penuh makna bagi UGM maupun Kejati DIY, khususnya dalam penyelesaian permasalahan hukum bidang perdata dan tata usaha negara bagi UGM. Oleh sebab itu, jajaran Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejati DIY mengupayakan penyelesaian berbagai persoalan bidang perdata dan tata usaha negara yang diserahkan UGM secara optimal.
Sampe Tuah menyebutkan kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum berperan mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional di pusat maupun daerah. Hal ini dilakukan melalui pengawalan dan pengamanan, baik dalam kegiatan perencanaan maupun pelaksanaan, termasuk upaya mencegah timbulnya penyimpangan dan kerugian negara.
“Adanya kerja sama ini diharapkan dapat membawa hasil positif dalam penyelesaian kasus-kasus perdata dan tata usaha negara khsusunya di UGM,” katanya saat menyampaikan sambutan Kepala Kejati DIY.
Rektor UGM, Prof. Dwikorita Karnawati, menyampaikan rasa terima kasih atas keterbukaan dan kepercayaan Kejati DIY untuk melaksanakan kerja sama ini. Dwikorita berharap kerja sama ini dapat menunjang langkah UGM dalam mengupayakan tegaknya kedaulatan IPTEK di Indonesia.
“Saat ini kami tengah gencar mendorong riset yang diarahkan dapat menghasilkan produk yang bisa secara langsung dimanfaatkan masyarakat dan industri,” jelasnya.
Hilirisasi riset ini, kata Rektor, terus digalakkan guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri agar lebih kompetitif. Selain itu, juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk asing. Ia mencontohkan dalam bidang kesehatan, 97,2 % alat-alat kesehatan yang digunakan Indonesia merupakan produk impor. Padahal, alat-alat tersebut dapat dikembangkan dan diproduksi di dalam negeri.
“Sebenarnya kita bisa buat sendiri alat-alat itu, tetapi terjebak dengan prosedur dan peraturan yang cukup ketat. Oleh karena itu, kami meminta bantuan Kejati DIY untuk mengawal langkah UGM agar tidak sampai melakukan pelanggaran dalam pelaksanaannya,” paparnya.
Dwikorita berharap melalui kerja sama ini bisa berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, terutama dalam upaya percepatan kemajuan bangsa. (Humas UGM/Ika)