Sebanyak 10 orang peternak dari distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, mengikuti pelatihan budidaya ternak sapi di Fakultas Peternakan UGM. Umumnya para peternak yang tinggal di daerah perbatasan dengan negara Papua Nugini ini diberikan bekal dalam manajemen kandang, pakan dan teknologi budidaya ternak sapi selama empat hari. “Ada 10 orang dari Jayapura yang tinggal di daerah perbatasan dengan Papua Nugini dan kita mengajak mereka beternak sapi untuk mengubah orientasi mereka dari sebelumnya hanya beternak babi, ternyata banyak tertarik,” kata Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus., saat mendampingi peternak asal Papua, Kamis (9/6) di salah satu kandang milik Fakultas Peternakan UGM.
Agus mengatakan pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Kota Jayapurra dalam usaha membina para peternak sapi dari kota Jayapura. Sebagian besar mereka yang mengikuti pelatihan ini ada yang sudah beternak sapi, namun ada juga yang sebagian belum sama sekali. “Mereka punya ketertarikan, sebelumnya merasa nggak bisa beternak sapi ternyata bisa. Awalnya mereka berpikir beternak sapi sulit karena harus diberi makan, dipelihara, dan dikandangkan,” tegasnya.
Selama dalam pelatihan budidaya ternak sapi sejak Senin (6/6) lalu, para peternak ini mendapat materi dalam proses pemilihan bibit sapi yang baik, pengolahan pakan dan manajemen kandang. “Mereka dapat semua hal tentang budidaya ternak sapi,” terangnya.
Dikatakan Ali Agus, Fakultas Peternakan berkomitmen dalam mengembangkan budidaya peternakan sapi terutama untuk warga yang tinggal di daerah perbatasan. Selain untuk menambah pengetahuan dan keterampilan peternak, bentuk program pelatihan budidaya ternak sapi ini dilakukan dalam rangka menggandeng pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi pertanian di daerahnya masing-masing.
Menurut Ali Agus wilayah Papua memiliki potensi dalam pengembangan peternakan sapi karena memiliki lahan padang rumput yang luas. Oleh karean itu, dalam pengembangbiakan sapi biaya pemeliharaannya pun relatif lebih murah bila dibandingkan dengan sistem perkandangan. “Sapi dilepas di lahan yang luas dengan mengandalkan makan rumput. Sangat murah berbeda dengan sistem penggemukan, perlu pakan konsentrat, relatif mahal dibanding dengan model padang pengembalaan,”tuturnya.
Asis Nubuat (46), salah satu warga Papua, mengaku sangat senang mengikuti pelatihan budidaya ternak sapi yang dilakukan Fakultas Peternakan UGM karena ia mendapat keterampilan dan pengetahuan baru tentang budidaya ternak sapi. Meskipun ia sendiri sudah beternak sapi sejak 3 tahun terakhir. “Saya sendiri sangat berterima kasih, saya punya sapi sendiri bukan orang lain punya. Saya datang ini, saya sangat bersyukur, kegiatan ini memotivasi saya untuk mengerjakan apa yang sudah saya terima di sini,” ujar Asis yang mengaku sudah memiliki 9 ekor sapi.
Asis bercerita, awalnya ia beternak babi namun saat melihat tentangganya yang berasal dari Jawa beternak sapi dan berhasil ia pun lalu mencobanya. “Kita orang Papua ternak babi, karena waktu itu kita (tinggal) campur non Papua, kita lihat mereka pelihara sapi, saya coba beli sapi beberapa ekor, terus bertambah, induknya sekarang masih ada,” tuturnya.
Asis menambahkan selama ini ia beternak sapi dengan cara melepas sapi di tengah area padang rumput luas dengan hanya mengikat sapi di salah satu batang pohon. Di daerah tempat tinggalnya terdapat sekitar 10 hektar lahan milik orang lain yang tidak digarap sehingga ia manfaatkan sebagai padang pengembalaan. “Tanah di sana masih luas, saya hanya pagar saja keliling sapi, tiap hari sapi dipindahkan. Sapi di sana sombong, kenyang terus,” katanya sambil tersenyum.
Desi Kaaf (39, pendamping peternak dari Pemkot Jayapura, menuturkan para peternak ini sengaja dikirim untuk belajar lebih jauh dalam budidaya peternakan sapi agar nantinya pengetahuan yang diterima bisa dipraktikkan di tempat tinggalnya masing-masing. “Sepulang dari sini, apa didapatkan bisa diterapkan oleh mereka,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)