Mahasiswa UGM melakukan program pemberdayaan kepada kelompok masyarakat penyandang disabilitas di Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul DIY. Uniknya, program pemberdayaan ini dituangkan dalam usaha bisnis pengembangan produk dari cabai berupa manisan dan abon cabai yang diberi nama dengan “Macamu”.
Mereka adalah Aldo Dimas Surya Putranto, Arum Dwi Rahayu, Dania Rima Diasti, Ermi Saraswati, dan Novita Eka Safitri. Kelimanya merupakan mahasiswa yang berasal dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP).
Novita mengatakan timnya menggandeng kaum difabel dengan tujuan memberikan kesempatan dan lapangan kerja bagi kelompok masyarakat yang pada umumnya sulit memperoleh pekerjaan. Mereka memberikan penyuluhan dan pelatihan pada masyarakat difabel dalam mengolah cabai menjadi berbagai produk bernilai ekonomis seperti manisan cabai dan abon cabai.
“Di Sidomulyo ini banyak karena terdapat 30 keluarga yang anggota keluarganya merupakan penyandang disabilitas,” ungkapnya, Jum’at (10/6)
Sementara itu, sebagian besar anggota keluarga lain yang masih sehat memilih untuk merawat, bahkan meninggalkan pekerjaannya agar lebih fokus dalam merawat anggota keluarganya yang difabel. Hal ini menjadikan penghasilan keluarga dengan kasus yang serupa menjadi terhambat dan bisa dikatakan kekurangan. Karenanya, lima mahasiswa UGM ini berupaya untuk memberdayakan kelompok masyarakat tersebut agar lebih produktif.
Novita mengatakan komunitas difabel di Sidomulyo ini telah lama membudidayakan tanaman cabai. Budidaya cabai dilakukan di lingkungan atau pekarangan rumah masing-masing anggota dengan menggunakan polybag. Hasil yang diperoleh dari budidaya tersebut sangat melimpah. Selain bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari, sebagian panen dijual ke pengepul.
Namun demikian, persoalan muncul saat harga cabai anjlok ketika panen raya dan terjadi penurunan permintaan pasar. Sementara cabai yang dipanen begitu banyak. Warga kewalahan menangani jumlah cabai yang ada, padahal perlu dikeluarkan pula biaya perawatan tanaman-tanaman cabai tersebut.
“Ketika harga cabai turun drastis, masyarakat banyak merugi. Oleh karena itu, apabila masyarakat dapat mengembangkan produk-produk berbahan dasar cabai seperti abon dan manisan, mereka bisa memperoleh pendapatan lebih,” kata Novita.
Ternyata, masyarakat merespons dengan baik terhadap program yang ditawarkan oleh mahasiswa UGM ini. Melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) ini anggota komunitas difabel diberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam memanfaatkan potensi yang bisa dikembangkan di wilayah itu.
Program telah dimulai pada bulan Maret. Dalam tahap awal warga diberikan pelatihan menanam cabai dengan metode urban farming. Berikutnya, pelatihan pengolahan cabai pasca panen. Misalnya, terkait penyortiran, grading, pembersihan, dan penyimpanan cabai.
Pelatihan diversifikasi olahan cabai juga diberikan pada anggota komunitas difabel. Pada pelatihan ini dilakukan praktik pembuatan abon dan manisan cabai disertai praktik sterilisasinya.
“Pada awal program, warga baru melakukan pengolahan abon cabai dan manisan cabai. Apabila telah tercapai keberhasilan program, kedepan akan dikembangkan kembali produk olahan cabai lainnya sesuai minat pasar,” urainya.
Aldo menambahkan warga juga dibekali dengan pengetahuan terkait proses pengemasan yang baik dan benar agar produk yang dihasilkan memiliki nilai jual lebih dan dapat bertahan lama ketika dipasarkan. Disamping itu, juga pelatihan keorganisasian, manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran. Setiap akhir bulan akan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dalam pengembangan home industry olahan cabai.
“Untuk pemasarannya kami akan bekerjasama dengan berbagai toko pusat oleh-oleh sekitar daerah Bantul,” jelasnya.
Mereka berharap dengan Macamu ini pendapatan yang diperoleh keluarga difabel akan lebih stabil karena produk yang dibuat bisa dijual kapanpun tanpa harus menunggu harga cabai tinggi di pasaran. Selain meningkatkan perekonomian keluarga difabel, produk ini diharapkan bisa menjadi produk khas daerah dengan brand komunitas difabel Desa Sidomulyo itu sendiri. (Humas UGM/Ika)