Bencana kebakaran hutan merupakan persoalan yang masih belum dapat dipecahkan oleh pemerintah Indonesia. Hingga April 2016 terdapat 79 titik api yang tersebar di Pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut 56 diantaranya terdapat di Provinsi Riau. Lambatnya penanganan kebakaran hutan membuat dampak asap dapat dirasakan hingga ke Malaysia dan Singapura. Salah satu kendala dalam penanganan kebakaran hutan adalah kesulitan dalam mencari lokasi titik api yang harus dipadamkan petugas penanggulangan bencana.
Hal tersebut mendorong sejumlah mahasiswa UGM untuk membuat sebuah alat yang dapat membantu petugas penanggulangan bencana kebakaran hutan untuk memantau titik api sumber kebakaran. Alat ini berupa moda pesawat tanpa awak (UAV) yang diberi nama “PAPI”.
Ariesa Budi Zakaria, ketua tim pengembang PAPI, mengatakan pesawat yang mereka kembangkan memiliki konfigurasi sayap fixed-wing yang terletak di bagian atas badan pesawat. Pesawat ini dilengkapi dengan misi monitoring dengan metode live streaming video.
“PAPI ini memiliki keunggulan dibanding UAV pencari titik api lain yaitu pada antena dapat memancarkan sinyal lebih kuat dibandingkan antena buatan pabrik,” jelasnya Jumat (10/6), di FMIPA UGM.
Antena berbentuk patch berfrekuensi 5,8 Ghz ini mereka buat sendiri. Dengan sinyal yang kuat akan membuat kualitas video yang diterima ground station lebih baik dan jarak tempuh wahana pesawat juga menjadi lebih jauh.
Tak hanya itu, Ariesa menyebutkan bobot PAPI cenderung lebih ringan dengan ukuran hanya 1,5×1 m. Dengan begitu, mobilisasi pesawat lebih praktis.
“Kamera yang digunakan sebagai FPV juga dapat diganti menyesuaikan misi yang harus diselesaikan,” terang mahasiswa FMIPA ini.
Pengembangan PAPI ini dilakukan Ariesa bersama dengan dua rekannya dari FISIPOL, yaitu Bunga Addinta Swandari dan Nurlita Prima Regiati. PAPI dikembangkan melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) UGM.
Ariesa menjelaskan sebelum pesawat dioperasikan, terlebih dulu dilakukan program ground station untuk misi yang harus diselesaikan oleh PAPI. Setelah itu, wahana dapat PAPI diluncurkan hanya dengan lemparan tangan karena bobotnya yang ringan.
Selama menjalankan misi, pergerakan wahana selalu dipantau oleh live video streaming yang dihubungkan ke ground station. Saat misi monitoring dinyatakan selesai, maka wahana dapat secara otomatis kembali ke ground station.
Dengan adanya PAPI ini, lanjutnya, petugas penanggulangan bencana tidak perlu lagi terjun langsung ke dalam hutan untuk mencari lokasi titik api. Petugas dapat langsung memantau titik api dari ground station melalui video streaming. Lokasi titik api dapat ditentukan dengan melihat pola asap yang ditangkap oleh kamera PAPI. Hal ini dapat meminimalkan risiko jatuhnya korban jiwa dari armada penanggulangan bencana kebakaran hutan yang bertugas.
“Kedepannya kami ingin mengembangkan agar video streaming yang ditangkap PAPI dapat disaksikan melalui smartphone,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)