Mungkin Anda pernah melawat di Teropong Bintang Bosscha, Bandung. Disana, hiburan sekaligus pengetahuan baru bisa diperoleh para pengunjung. Teropong Bintang Bosscha di Bandung merupakan salah satu tempat untuk melihat dan melakukan penelitian benda-benda luar angkasa yang paling tua di Indonesia.
Di sisi lain, antusias para mahasiswa/ pelajar mengamati benda-benda luar angkasa semakin lama semakin tinggi. Karena itu, di masa depan wisata astronomis nampaknya perlu dikembangkan.
Tentu saja, mengembangkan wisata ini dengan melakukan pengamatan astronomis tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. Selain itu, pengamatan akan semakin sulit dilakukan jika di tempat yang ditentukan memiliki polusi cahaya yang tinggi.
Adalah Mousafi Dimas Afrizal, Febrina Ramadhani Yusuf, Ruwanda Prasetya, dan Wahyu Nurbandi dari Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM, menangkap permasalahan ini. Dengan dibimbing dosen Muhammad Kamal, S.Si., M.GIS., Ph.D, keempat mahasiswa UGM tersebut lantas melakukan penelitian untuk menentukan lokasi-lokasi potensial pengembangan wisata astronomis.
“Wisata astronomis merupakan bentuk dari pengamatan benda-benda luar angkasa yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu ataupun mata telanjang. Pengamatan ini tentu tidak dapat dilakukan di sembarang tempat, terlebih di tempat yang memiliki polusi cahaya yang tinggi,” ujar Wahyu Nurbandi, salah satu anggota tim PKM-P, di Kampus UGM, Senin (13/6).
Wahyu berharap dengan melakukan penelitian untuk menentukan lokasi-lokasi potensial tersebut bisa membantu pemerintah, komunitas-komunitas dan masyarakat dalam mengembangkan wisata astronomis. Temuan lokasi-lokasi ini nantinya dapat dijadikan perintis dalam meningkatkan kualitas bidang astronomi di Indonesia.
“Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk peta wilayah, mana-mana daerah yang potensial untuk wisata astronomis,” papar Wahyu.
Secara detail, Ruwanda Prasetya menjelaskan penelitian dilakukan dengan menggunakan parameter diantaranya tingkat polusi cahaya, jumlah tutupan awan, dan penggunaan lahan. Sementara itu, data yang digunakan berupa citra penginderaan jauh yang bertajuk VIIRS DNB Free Cloud Composite serta peta penggunaan lahan.
Proses analisis pra-lapangan dilakukan dengan bantuan sistem informasi geografis menggunakan metode overlay/tumpang susun antar parameter. Dari analisis memperlihatkan beberapa lokasi di DIY dan Jawa Tengah berpotensi untuk pengembangan wisata astronomis.
“Sangat berpotensi, meskipun masih membutuhkan kelanjutan uji lapangan. Kami telah melakukan uji lapangan di beberapa lokasi yaitu sekitar Waduk Gajah Mungkur dan wilayah Pantai Selatan tepatnya di Pantai Depok,” ujar Ruwanda selaku tim peneliti.
Ruwanda mengatakan uji lapangan di kedua lokasi tersebut dilakukan pada pukul 00.30 hingga 03.00. Di kedua area tersebut benda-benda luar angkasa terlihat sangat jelas berbagai rasi bintang, seperti Scorpion, Wolf, Altar, Sea Goat, dan beberapa rasi lain.
Demikian pula dengan debu-debu angkasa dan fenomena bintang jatuh tampak terlihat bertebaran di angkasa. Beberapa planet dapat dengan mudah teridentifikasi dengan mata telanjang seperti Mars dan Saturnus.
“Kami menyimpulkan dua lokasi uji lapangan tersebut merupakan lokasi tepat. Karena tingkat polusi cahaya sangat rendah, jumlah tutupan awan kecil, dan penggunaan lahan berupa lahan kosong sehingga pengamatan astronomis mudah dilakukan,” imbuh Ruwanda. (Humas UGM/ Agung)