Kebijakan pemerintah tentang green building dengan memanfaatkan green technology pada bangunan-bangunan di Indonesia mulai diterapkan oleh pemerintah dan perusahaan. Kebijakan tersebut diterapkan di berbagai sektor energi, salah satunya adalah energi listrik. Sementara rata-rata konsumsi kebutuhan energi listrik untuk pencahayaan buatan pada retail building sebesar 37% dari kebutuhan energi listrik total.
Oleh sebab itu, strategi penghematan energi listrik untuk pencahayaan buatan harus dilakukan. Salah satu strategi penghematan yang bisa dilakukan sesuai dokumen SNI 03-6197 adalah memanfaatkan cahaya alami sebagai alternatif cahaya tambahan. Pemanfaatan cahaya alami dari sinar matahari ini diharapkan mampu mereduksi penggunaan energi listrik.
Handika Putra, mahasiswa Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI) Fakultas Teknik (FT) UGM, menyampaikan kepada wartawan, Selasa (14/6) bahwa berbagai implementasi strategi untuk menghemat cahaya sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah menggunakan light dimmer pada suatu ruangan. Light dimmer tersebut bekerja berasaskan respons sistem utama pengendali lampu (control panel) terhadap data yang ditransmisikan sensor akibat menerima rangsangan tertentu. Rangsangan tersebut seperti keberadaan manusia, durasi pemakaian, dan lainnya.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, model komunikasi nirkabel menjadi salah satu pilihan karena akses dan mobilitas data yang cukup tinggi. Selain itu, fleksibilitas pemakaian dan biaya perawatan yang murah menjadi salah satu aspek unggulan untuk model komunikasi nirkabel.
Handika beserta keempat rekannya dari DTETI FT, yaitu M. Hasan Habib, Rifqi Faturrahman, Irfan Joyo K, dan Iftitah Imawati melakukan penelitian untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas komunikasi nirkabel tersebut. Menggunakan model pengaturan intensitas cahaya lampu otomatis berbasis sensor cahaya alami atau yang dinamai dengan Wi-MoLS (Wireless Modern Light Sensor), kelimanya berupaya mengidentifikasi karakter detektor yang sesuai dengan model komunikasi tersebut.
“Kami menganalisis efektivitas dan sensitivitas sensor pada pengendali lampu otomatis wireless,” jelasnya.
Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kerja terbaik terdapat pada sensor long dependent resistor (ldr). Sensor ini memiliki nilai efektivitas dan sensitivitas terbaik pada tingkat pencahayaan 10-350 Lux.
“Ldr ini memiliki unjuk kerja terbaik dibandingkan dengan sejumlah sensor lainnya,” imbuh Irfan Joyo.
Irfan menuturkan fototransistor ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu komponen intelligent light dimmer. Selain bisa mendeteksi cahaya alami secara efektif dan sensitif, komponen sensor ini pun banyak terdapat di pasaran dengan harga yang cukup terjangkau. Dengan demikian, pengembangan pengendali lampu otomatis wireless dengan fototransistor sangat potensial dilakukan.
“Hasil penelitian ini nantinya diharapkan bisa segera digunakan sebagai wujud implementasi nyata green technology untuk meminimalkan pemborosan energi listrik di subsektor pencahayaan bangunan,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)