Lima mahasiswa UGM dari Fakultas Filsafat, Fitriadi, Taufiqurrahman, Melfin Zaenuri, Rangga Kala Mahaswa, dan Surya Aditya, meneliti mitos ritual seks yang ada di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah pada April lalu. Latar belakang penelitian tersebut berawal dari sebuah tayangan video berjudul ‘Sex Mountain’ di You Tube yang dirilis oleh seorang wartawan Australia, Patrick Abbout. Video tersebut menayangkan hasil investigasi Patrick terhadap praktik ritual seks di kawasan wisata religi Makam Pangeran Samudro yang terletak di Gunung Kemukus.
Penelitian mahasiswa Filsafat terkait Makam Pangeran Samudro ini dikemas melalui PKM-P dengan sudut pandang yang cukup baru dan menarik di bawah bimbingan Yulianingsih Riswan, S.Fil., M.A.
Praktik ritual seks di Makam Pangeran Samudro tersebut dilegitimasi oleh tafsir yang sengaja dibelokkan oleh beberapa orang tentang riwayat dan wasiat Pangeran Samudro. Menurut juru kunci makam, Pangeran Samudro adalah putra Raja Terakhir Majapahit yang melakukan perjalanan mencari sanak-saudaranya. Dalam perjalanan itulah Pangeran Samudro wafat dan berwasiat bahwa siapa saja yang nantinya datang berziarah harus mempunyai hati yang senang, percaya, dan mantap seperti akan datang ke rumah kekasihnya.
“Wasiat itulah yang disalahtafsirkan oleh beberapa orang ngalap berkah di Makam pangeran Samudro harus berhubungan badan,” papar Taufiqurrahman, Kamis (16/6).
Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan, ada beberapa orang yang mempunyai kepentingan terkait pelaksanaan ritual seks tersebut. Mereka secara ekonomis diuntungkan berkat adanya praktik ritual seks itu, sehingga secara sadar mereka berupaya agar mitos yang mengharuskan peziarah Makam Pangeran Samudro untuk melakukan ritual seks bisa tetap bertahan dan dipercaya sebagai sesuatu yang sah di masyarakat.
Menurut Taufiqurrahman para agen yang berusaha terus-menerus menyebarkan dan mewacanakan mitos Pangeran Samudro dan ritual seks saat berziarah adalah para pemilik warung dan penyedia jasa penginapan. Mereka adalah para pendatang yang kemudian menetap disana, membuat rumah dan warung di sisi kanan-kiri jalan menuju makam. Ada juga penduduk asli Gunung Kemukus. Mitos tersebut mulai disebarkan para pemilik warung dan penginapan ke peziarah sebelum menemui juru kunci. Disana mereka akan diiming-imingi dengan stigma hajat peziarah akan terkabul jika berhubungan seks terlebih dulu.
“Fenomena tersebut bisa dijelaskan dalam kerangka teori dari Sosiolog Perancis, Pierre Bourdieu. Menurut Bourdieu, bahasa, simbol, atau juga mitos memiliki kekuatan untuk menentukan sikap dan pandangan dunia masyarakat,” ungkap Taufiqurrahman.
Senada dengan itu, Fitriadi, anggota peneliti lainnya, berharap agar hasil penelitiannya ini bisa memberikan pemahaman yang lebih kritis tentang fenomena ritual seks di Makam Pangeran Samudro. Ia berharap pemerintah bersikap tegas agar objek wisata religi Makam Pangeran Samudro bersih dari praktik prostitusi. Tempat praktik prostitusi yang ada di kawasan objek wisata ini perlu direlokasi ke tempat lain dengan mempertimbangkan kondisi material dan nilai-nilai kemanusiaan. (Humas UGM/Tri)