Setiap hari, sekitar 80 santri di kompleks IV Pondok Pesantren Sunan Pandanaran menjalankan rutinitas peribadatan dan keseharian dengan menggunakan air, baik untuk bersuci demi menjalankan kegiatan ibadah maupun untuk aktivitas keseharian. Namun, di tempat ini kerap terjadi berbagai permasalahan terkait dengan ketersediaan air.
Permasalahan inilah yang membuat lima mahasiswa UGM yaitu Aji Purnomo (Geografi), Muhamad Lutfi S. (MIPA), Luthfi Afgani (MIPA), Eka Fitriani (MIPA), dan Tia Nur A. (Teknologi Pertanian) menemukan ide kreatif untuk menerapkan sistem filtrasi Re-Syar’i limbah air wudu.
“Prinsip dari sistem filtrasi ini yaitu dengan mendaur ulang limbah air wudu menjadi air siap pakai nonkonsumtif. Karena limbah air wudu termasuk limbah air yang belum terkontaminasi bahan kimia, jadi cukup menggunakan sistem filtrasi sederhana,” ujar Luthfi, Jumat (17/6).
Dengan sistem re-syar’I, hasil filtrasi limbah air wudu ini digunakan kembali untuk berwudu sesuai syariat Islam, serta dapat digunakan untuk mencuci atau mandi. Selain itu, mereka juga membangun beberapa tempat wudu dengan debit air lebih tinggi yang kemudian limbah airnya akan dialirkan ke sistem filtrasi, sehingga tidak terbuang sia-sia.
“Sistem filtrasi re-syar’i limbah air wudu ini memang telah ditemukan dan diteliti oleh beberapa pihak sebelumnya. Namun, kami ini memberikan beberapa sentuhan inovasi, salah satunya dengan menambahkan ziolit yang dapat menyerap kotoran dan berbagai zat lain dalam air limbah sehingga dapat membantu menjernihkan air,” papar Aji.
Meski demikian, menurutnya, sistem masih tetap dapat diterapkan di daerah lain yang memang tidak terdapat unsur ziolit ini. Material yang digunakan sebagai alat filtrasinya yaitu material yang mudah ditemukan dan melimpah di alam seperti ziolit, kerikil, pasir, arang, dan batok kelapa.
Tidak hanya memasang alat filtrasi, para mahasiswa ini juga melakukan penyuluhan kepada warga ponpes tentang manfaat penggunaan daur ulang air wudu ini. Kegiatan ini sekaligus untuk menumbuhkan kesadaran bagi para santri di pondok untuk lebih memelihara lingkungan dengan penghematan penggunaan air. Agar sistem ini dapat terus berlanjut, mereka pun membentuk struktur kepengurusan di ponpes tersebut sebagai penanggung jawab perawatan sistem.
“Jika sistem filtrasi re-syar’i limbah air wudu tersebut dapat diterapkan secara kontinu dan memberikan manfaat yang efektif dalam mengatasi masalah kekurangan air, maka dapat juga diterapkan pada masyarakat di lokasi lain terutama yang memiliki permasalahan kekurangan air,” ujar Aji. (Humas UGM/Gloria)