Tahukah Anda, ternyata serangga bisa digunakan untuk identifikasi autopsi jenazah? Sekelompok mahasiswa Fakultas Biologi UGM berhasil menguak potensi serangga, khususnya serangga necrofag sebagai penanda (marker)identifikasi dalam proses autopsi jenazah.
Mereka adalah Eric Anindita, Dini Pramesti, Hanifa Hanini, Monica Bataona dan Diva Pungky Wicaksono.
Hanifa mengatakan proses autopsi jenazah acapkali kurang mendapat sambutan yang baik dari masyarakat dikarenakan autopsi dapat merusak beberapa organ dari jenazah. Hal tersebut tak jarang dianggap mempengaruhi kesakralan proses pemakaman. Berangkat dari hal tersebut merekapun melakukan penelitian mengenai entoforensik
“Entomologi forensik (Entoforensik) merupakan suatu metode autopsi jenazah yang menggunakan serangga necrofag sebagai marker identifikasi,” jelasnya, Jum’at (17/6).
Serangga necrofag merupakan serangga yang bersifat pengurai.
Serangga penciri ini mampu menunjukkan perihal teknis pembunuhan yang dilakukan baik lokasi maupun waktu dilakukannya pembunuhan. Serangga necrofag telah digunakan sebagai bio marker identifikasi autopsi jenazah untuk membantu penyelidikan terhadap suatu kasus pembunuhan.
“Entoforensik dianggap cukup menguntungkan bila ditinjau dari segi peralatan yang dibutuhkan dan kesesuaian etika perlakuan jasad,” urainya.
Penelitian dilakukan dengan menirukan teknis pembunuhan pada umumnya memakai hewan marmot. Hewan coba diberi perlakukan percobaan pembunuhan yaitu luka mekanik melalui dislokasi di leher, luka terbuka, pemberian reagen kimia dengan dosis berlebih, dan pembakaran marmot. Marmot yang sudah dibunuh tersebut diletakan di tiga ekosistem berbeda antara lain hutan, pemukiman penduduk, dan sungai. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada pagi, siang, sore, dan malam hari.
Hasil penelitian menunjukkan masing-masing perlakuan percobaan pembunuhan dan lokasi peletakan marmot menghadirkan serangga pengunjung yang berbeda-beda. Kehadiran serangga khusus ini menunjukkan setiap perlakuan kematian dan lokasi pembunuhan yang dapat digunakan sebagai penciri teknis kematian, lokasi pembunuhan, dan waktu dilakukannya pembunuhan berdasarkan rearing larva serangga selama bermetamorfosis.
Potensi Daun Sirsak untuk Penyembuhan Luka Diabetes
Sejumlah mahasiswa UGM lainnya juga melakukan penelitian guna mengetahui potensi daun sirsak untuk penyembuhan luka penderita diabetes. Mereka adalah Elsa Mukti Atmaja, Nurulita Ainun Alma, Muhamad Rendi, Afifah Khoiru Nisa, dan I Gede Agus Brahmantya N dari Fakultas Kedokteran.
Penelitian ini berawal dari keprihatinan mereka terhadap penderita diabetes yang mengalami ulkus diabetikum pada kaki. Penanganan yang kurang tepat dapat mengakibatkan amputasi karena kematian jaringan yang lebih besar.
“Kaki yang tidak sembuh ini menyumbang 85% total kasus amputasi ekstremitas bawah,” kata Elsa.
Sementara dari beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya diketahui daun sirsak dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus yang diinduksi diabetes hingga 75% tanpa memberi efek toksik bagi tikus yang sehat. Selain itu, daun ini juga dapat mempercepat pernyembuhan luka karena kandungan antioksidan dan anti-inflamasi.
Mereka pun meneliti lebih lanjut untuk mengetahui efek ekstrak daun sirsak pada penyembuhan luka diabetes. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif terapi terhadap penyembuhan luka pada penderita diabetes.(Humas UGM/Astri)