Menjadi pengrajin gula aren bisa memberikan penghasilan tambahan yang lebih besar bagi petani di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Bahkan, usaha ini berpotensi menjadikan petani dan pengrajin gula aren lebih sejahtera. Hal itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa S3 UGM terhadap 72 pengrajin gula aren di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang rata-rata memiliki penghasilan mencapai Rp39,6 juta rupiah per tahun dari hasil mengolah nira menjadi gula aren. “Sebanyak 50 orang pengrajin atau 69,44 persen, pendapatannya kurang dari Rp50,4 juta per tahun dari usaha ini,” kata Ilma Sarimustaqiyma Rianse, SP., .Sc., dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Pertanian UGM, Selasa (21/6).
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo ini menyebutkan pendapatan rumah tangga pengrajin gula aren yang bersumber dari usaha pengolahan gula aren yang tertinggi sebesar Rp136 juta per tahun, pendapatan terendah Rp7,3 juta dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp39,6 juta. Tidak hanya itu, pengrajin gula aren dianggap lebih sejahtera karena pendapatan yang diperoleh tidak hanya diperuntukan bagi kebutuhan primer, yaitu makanan dan pakaian tetapi juga perlu dialokasikan untuk kebutuhan sekunder, yaitu pendidikan anak, kesehatan, pelayanan jasa, rekreasi dan lain sebagainya.
Pendapatan industri rumah tangga gula aren, diakui Ilma, telah membuat distribusi pendapatan pengrajin gula aren di Kolaka lebih merata. Bahkan, industri rumah tangga gula aren di Kolaka memenuhi keberlanjutan usaha, karena adanya ketersediaan faktor produksi, layak secara finansial ekonomi dan lingkungan, dan efisien dalam produksi sehingga memberikan nilai tambah. “Kontribusi pendapatan pengrajin gula aren tinggi terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 78,13 persen,” tuturnya.
Namun demikian, pengrajin gula aren perlu membudidayakan tanaman aren untuk menjamin ketersediaan nira sebagai bahan baku. Selain itu, pengrajin juga perlu mengusahakan perkebunan agroforestry untuk mendukung adanya ketersediaan kayu sebagai bahan bakar. “Hal ini akan menambah manfaat lingkungan keberadaan industri rumah tangga gula aren,” katanya.
Selain itu, pengrajin perlu memikirkan penggunaan bahan bakar alternatif agar tidak tergantung dengan kayu hutan misalnya menggunakan sekam atau sabut kelapa. Pemerintah Kabupaten Kolaka, katanya, perlu memprioritaskan pengembangan produk gula aren misalnya penyuluhan mengenai diversifikasi produk dalam bentuk gula semut sebagai penunjang diversifikasi gula nasional. (Humas UGM/Gusti Grehenson)