Ketergantungan masyarakat yang masih cukup besar terhadap lahan serta rendahnya kemampuan mengadopsi pengelolaan lahan terhadap teknologi baru konservasi berisiko mempercepat terjadinya degradasi lahan dalam bentuk lahan kritis, erosi permukaan, sedimentasi dan banjir. Hal itu juga terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bontang, Kalimantan Timur. Tingkat kerusakan lingkungan pada DAS yang memiliki luas 72,12 kilometer persegi ini disebabkan oleh aktivitas masyarakat dalam mengelola sumber daya lahan di DAS Bontang serta tidak mempertimbangkan aspek konservasi tanah dan air. “Yang terjadi adalah degradasi lahan, kebakaran hutan dan lahan di saat musim kemarau serta bencana banjir di saat musim hujan,” kata Ir. Agus Abdullah, M.Si., MM., dalam ujian terbuka promosi doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (30/6).
Agus Abdullah mengatakan kajian spasial ekologi dinamika karbon organik yang dilakukan pada keruskan DAS Bontang diketahui secara spasial tingkat kehilangan karbon di DAS Bontang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan terutama di bagian tengah dan bagian hilir. “Di bagian tengah dan hilir DAS tersebut penggunaan lahannya didominasi oleh penggunaan lahan tegalan, semak belukar dan permukiman,” ujarnya.
Sementara jika ditinjau dari aspek biogeofisik, diindikasikan oleh nilai limpasan permukaan dengan klasifikasi limpasan permukaan antara normal dan tinggi, nilai erosi tanah dengan klasifikasi erosi tanah antara sangat ringan sampai sangat berat serta nilai laju sedimentasi dengan klasifikasi antara sangat rendah sampai dengan sangat tinggi.
Menurutnya, penanganan kerusakan lingkungan DAS Bontang secara umum dapat dilakukan antara lain melalui revisi tata ruang DAS yang berwawasan lingkungan dan penyelesaian konflik alih fungsi lahan, serta memperkuat kerja sama dan komitmen antara pihak terkait. “Diperlukan peningkatakan pemberdayaan masyarakat yang secara keseluruhan dapat dikemas dalam model pengelolaan DAS terpadu,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)