Heni Setiawati (39) tak kuasa menahan kegembiraan ketika mengetahui putera sulungnya, Surya Panaragan, bisa diterima kuliah di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Pertanian UGM. Tangis haru bercampur rasa bahagia dan bangga pecah seketika tatkala kabar anaknya bisa kuliah di universitas negeri tertua di Indonesia ini tanpa dipungut biaya hingga lulus kuliah.
Bagaimana tidak? Bayangan untuk bisa mewujudkan keinginan anak pertamanya kuliah di perguruan tinggi serasa sangat jauh untuk bisa menjadi kenyataan. Penghasilan suaminya Suryo Sungkowo (52) yang bekerja sebagai buruh bangunan sangat pas-pasan untuk menghidupi keluarga dengan tiga anak. Merantau berpindah tempat dari satu kota ke kota yang lain demi membuat dapur rumah bisa terus mengepul. Setiap tiga bulan sekali suaminya baru bisa pulang berkumpul dengan keluarga. Sementara untuk membantu suami ia berjualan pakaian secara berkeliling di sekitar kampungnya di Kota Ponorogo.
“Saya ikut senang, cita-cita anak untuk bisa kuliah bisa terwujud,” kata Heni dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di rumahnya, Kamis (30/6).
Heni mengaku awalnya ia sempat merasa gamang tidak bisa memenuhi keinginan puteranya untuk kuliah. Ditengah kondisi keluarga yang serba kekurangan ia khawatir akan mengecewakan impian anaknya untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Namun, melihat kegigihan dan tekad keras anaknya dalam belajar membuatnya dan suami semakin tegar dan berusaha untuk mendukungnya.
“Tidak ada yang lebih membahagiakan kami sebagai orang tua, selain melihat anaknya bisa berhasil dan menjalani pendidikan dengan baik,” ungkap Heni yang tak kuasa menahan air matanya.
Saat ini, Heni dan ketiga anaknya tinggal menumpang di sebuah rumah milik sang kakak. Sejak tahun 2002 silam mereka tinggal di rumah tersebut yang berada di Jl. KH Kasan Besari, Kauman, Ponorogo. Sebelumnya, mereka tinggal berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Kendati hidup dalam keluarga sederhana, Heni bersyukur memiliki tiga putera yang penurut, tidak banyak menuntut serta mengerti kondisi keluarga.
“Alhamdulilah anak-anak sangat mengerti kondisi orang tua. Mereka rajin belajar dan berprestasi,” jelasnya.
Meskipun telah mendapatkan beasiswa Bidikmisi selama kuliah, Heni masih merasa khawatir melepas anaknya untuk menjalani kuliah di UGM. Pasalnya, ia masih mengalami kesulitan untuk membiayai kos anak selama di Jogja yang sangat mahal. maka, hingga kini puteranya itu belum mendapat kos yang seusai dengan anggaran keluarga.
“Kemarin sama teman-temanya dari Ponorogo cari kontrakan tapi belum dapat. Kalau ngontrak bisa lebih murah dan bisa masak sendiri jadi bisa menghemat biaya makan,” jelasnya.
Ia berharap nantinya Aga, begitu biasa ia memanggil anak sulungnya itu, bisa lancar dalam kuliah dan bisa menjadi orang sukses sehingga dapat membanggakan orang tua dan membantu adik-adiknya. Saat ini, anak keduanya berada di bangku pendidikan STM dan anak bungsunya di SMP.
“Semoga apa yang dicita-citakan nantinya bisa terwujud dan bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adiknya,” harapnya.
Aga mengaku memiliki keinginan untuk kuliah sejak kecil. Kendati begitu, ia tidak pernah memaksakan kehendaknya itu ke orang tuanya. Ia sangat paham akan keadaan keluarganya yang sangat pas-pasan. Apalagi, ia masih mempunyai dua adik yang juga membutuhkan banyak biaya untuk sekolah.
Namun, kondisi yang serba terbatas ini justru menjadi lecutan untuk giat belajar dan berprestasi. Nilai-nilai akademisnya di SMA selalu berada di atas rata-rata sehingga berhasil mendapatkan beasiswa selama 3 tahun. Selain itu, berbagai prestasi di bidang nonakademis berhasil diraihnya khususnya dalam bidang olahraga basket.
“Pernah juara dalam Porprov basket Jawa Timur,” kata alumnus SMA 1 Ponorogo ini.
Ia sangat bersyukur sudah bisa diterima kuliah di UGM. Menurutnya, apa yang telah dicapainya hingga saat ini tidak lepas dari dukungan keluarga. Keberhasilannya saat ini tidak akan didapat dengan mudah tanpa adanya doa yang selalu dipanjatkan kedua orang tuanya untuk kesuksesannya.
Aga berharap dengan kuliah bisa mewujudkan kehidupan keluarga yang lebih baik, dapat membahagiakan orang tua dan adik-adiknya. Baginya, keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang untuk meraih kesuksesan.
“Yakin saja dalam menjalani hidup. Kalau kita terus berusaha dan tidak mudah putus asa pasti bisa meraih masa depanyang lebih baik,” ujarnya.
Dengan kuliah ini ia berharap nantinya tidak hanya bisa membantu orang tua, tetapi juga bisa berkontribusi dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia. Ia ingin berperan dalam memajukan dunia perikanan Indonesia.
“Potensi perikanan di Indoensia ini sangat besar, tapi pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Pinginnya bisa ikut berperan mendorong pengelolaan perikanan,” jelasnya.
Aga merupakan salah satu sosok remaja dari ribuan anak bangsa yang terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Namun begitu, ia berhasil membuktikan keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang dalam menggapai pendidikan setinggi-tingginya. Karena sejatinya pendidikan adalah hak dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat miskin. (Humas UGM/Ika)