Universitas Gadjah Mada dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menandatangani nota kesepahaman terkait Penguatan Sosial Mendukung Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Penandatanganan nota kesepahaman dilaksanakan di Ruang Sidang Pimpinan UGM dan dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, dekan, dan peneliti UGM serta segenap anggota APHI. Penandatanganan nota kesepahaman dari pihak UGM diwakili oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D dan dari pihak APHI diwakili oleh Ketua APHI, Letjen (Purn) Sugiono.
Nota kesepahaman dimaksudkan untuk membangun kerja sama dalam kegiatan rekayasa sosial untuk mendukung perbaikan tata kelola lahan gambut di areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan sekitarnya. Kerja sama dirasa perlu oleh kedua belah pihak dengan melihat bencana kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang mencapai areal seluas 2,1 juta Ha. Menurut data dari Global Forest Watch bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 24% terjadi di lokasi pemegang izin pemanfaatan hutan, 20% di areal perkebunan, dan 56% terjadi di luar pemegang izin atau areal yang belum ada peruntukan (open class).
Bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi khusus pada areal gambut mencapai luasan sekitar 610.000 Ha. Efek dari kebakaran tersebut menimbulkan bencana asap yang mengganggu kesehatan masayarakat dan perekonomian nasional bahkan hingga luar negeri. “Bencana kebakaran hutan memberikan fakta penting dimana kebakaran terjadi di seluruh status peruntukan lahan,” ujar Sugiono.
Kebakaran terjadi di status peruntukan lahan baik kawasan hutan, non-kawasan hutan, baik yang memiliki izin dan belum memiliki izin, kawasan hutan lindung, hutan konservasi yang dimoratorium izinnya serta lahan masyarakat.
Sugiono mengatakan bencana kebakaran hutan yang terjadi sangat kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu, dalam penanganannya perlu dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif.
“Kebakaran di lahan gambut mencakup wilayah yang luas, maka dari itu sesuai karateristiknya, pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara lanskap dan tidak secara parsial,” tambah Sugiono.
APHI selaku asosiasi yang fokus pada pemberdayaan hutan menyatakan telah melakukan konsolidasi dengan para anggotanya. Hal itu dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan di tahun-tahun mendatang. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain penyiapan sistem tanggap dini karhutla, upaya perbaikan tata kelola lahan gambut, dan pemenuhan sarana prasarana pengendalian karhutla. Selain itu APHI juga melakukan pemberdayaan masyarakat dan penguatan koordinasi dengan Tim Satgas karhutla pusat dan daerah untuk mengantisipasi kebakaran hutan.
“Upaya APHI tidak dapat berjalan efektif bila tidak didukung berbagai pihak terkait, khususnya masyarakat yang berada di sekitarnya,” ujar Sugiono.
Sugiono menuturkan posisi masyarakat di sekitar lahan gambut itu lah yang terus dilakukan upayakan penguatan sosial untuk mendukung tata kelola lahan gambut. Sugiono menambahkan, UGM sebagai universitas dengan multi disiplin ilmu yang kuat dan komitmen kerakyatan yang tinggi dapat turut membantu suksesnya proses tersebut. “Kami berharap UGM dapat memfasilitasi dan mendorong proses penguatan sosial ini untuk mendukung pengelolaan gambut secara lestari,” jelas Sugiono.
Di lain pihak, UGM sejak tahun 1970-an telah membuat road map terkait lahan gambut yang fokus pada aspek teknis dan hidrologis. Namun, dalam perkembangannya UGM juga mulai fokus pada aspek sosial, ekonomi, aspek legal, dan mencoba menggali terus aspek-aspek lain yang dapat dikembangankan.
Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati mendukung dan mengapresiasi upaya APHI untuk melakukan penguatan sosial dalam rangka mendukung pengelolaan lahan gambut “UGM siap mendukung dan memberikan kontribusi dengan mengirim peneliti sehingga akan menciptakan lahan gambut lestari,” tegas Rektor. (Humas UGM/Catur;foto:Donnie)