Saat ini, tidak jarang kita menemukan anak-anak di bawah umur mengendarai motor atau mobil di jalanan. Bagi beberapa orang tua, hal ini sudah dianggap sebagai hal yang wajar. Namun demikian, mengendarai kendaraan bermotor bagi anak di bawah umur memiliki risiko keamanan yang sangat besar. Untuk itu, peran serta orang tua sangat diperlukan dalam edukasi keselamatan transportasi untuk mencegah kecelakaan pada anak-anak.
Hal ini disampaikan oleh Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Direktorat Lalu Lintas Polda DIY, AKBP Kristiono, dalam Seminar Peningkatan Keselamatan Transportasi pada Anak di Yogyakarta, Jumat (15/7) di University Club UGM. Dalam seminar yang diadakan atas kerja sama antara Magister Sistem dan Teknik Transportasi UGM dan Gachon University Korea ini, para pembicara yang berasal dari UGM, Gachon University, Ditlantas Polda DIY serta Dinas Perhubungan membicarakan berbagai persoalan serta solusi terkait penanganan keselamatan transportasi pada anak-anak.
“Orang tua sering kali tidak memikirkan bahayanya jika anak-anak mereka mengendarai mobil atau mobil, hal itu dianggap biasa saja. Justru merasa bangga dan senang jika anak mereka sudah bisa membawa kendaraan sendiri,” ujarnya menyayangkan.
Fenomena pengendara kendaraan bermotor di bawah umur, menurutnya, merupakan salah satu masalah penting terkait keselamatan transportasi bagi anak-anak. Ia menyebutkan 4 penyebab utama timbulnya permasalahan ini, diantaranya kemudahan untuk membeli kendaraan bermotor, terutama dengan sistem kredit yang mudah, serta lemahnya pembinaan di dalam keluarga.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan banyak anak-anak membawa kendaraan sendiri adalah karena belum terfasilitasinya angkutan umum untuk menuju ke sekolah. Hal ini diperparah jika orang tua yang bertanggung jawab untuk mengantar anak mereka ke sekolah menggunakan kesibukan pekerjaan sebagai alasan untuk tidak mengantarkan anak mereka, sehingga solusi yang muncul adalah dengan menyuruh anak mereka mengendarai kendaraan bermotor untuk pergi ke sekolah.
“Karena alasan-alasan sepele seperti ini, akhirnya orang tua bilang ‘sudahlah, kamu naik motor saja.’ Padahal, di jalan itu risikonya besar sekali, apalagi menjelang malam pengendara banyak yang ngebut,” imbuhnya.
Sementara itu, menurut Kepala Institut Pelatihan Pendidikan untuk Keselamatan dari Universitas Gachon, Prof. Heo Uk, kecelakaan transportasi pada anak-anak juga menjadi persoalan besar di Korea pada dua dekade lalu. Pada tahun 1990 jumlah anak yang tewas akibat kecelakaan transportasi di Korea mencapai 1600 orang. Namun, dalam jangka waktu 5 tahun, angka ini mengalami penurunan sebesar 49,4% pada tahun 1995, dan jumlah ini terus menurun menjadi 65 orang pada tahun 2015.
“Keberhasilan Korea untuk mengurangi kecelakaan transportasi pada anak-anak terletak pada perbaikan aspek pendidikan, fasilitas, aspek hukum dan aturan, serta dukungan dan partisipasi aktif dari perusahaan dan lembaga publik,” jelasnya.
Terkait usaha tersebut, ia menekankan pentingnya komitmen orang tua dalam mengajarkan serta memberi teladan yang baik bagaimana etika keselamatan transportasi yang benar, baik antara sesama pejalan kaki, antara pejalan kaki dan pengendara, serta diantara sesama pengendara. Ia pun menyatakan komitmennya bersama Gachon University untuk menjalin kerja sama dengan UGM dalam usaha menurunkan kecelakaan transportasi pada anak-anak di Yogyakarta melalui rencana pengimplementasian “Korean Way” pada tahun 2017 dengan rentang program selama 3 tahun. (Humas UGM/Gloria)