Sistem penegakan hukum pidana dalam peradilan militer ke depan harus mandiri, baik secara kelembagaan maupun fungsional, terbebas dari campur tangan lembaga lain di luar kekuasaan yudikatif sebagai konsekuensi logis sistem negara hukum yang demokratis. Penyidikan yang dilaksanakan oleh polisi militer yang terdiri Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara seharusnya secara mandiri dan bertanggung jawab kepada Komandan Pusat Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Demikian dikemukakan Hakim Tinggi Militer TNI AD, Kolonel Slamet Sarwo Edy, dalam ujian promosi doktor di Fakultas Hukum UGM, Senin (18/7). Dalam disertasinya yang berjudul ‘Independensi Sistem peradilan Militer di Indonesia; Studi Tentang Struktur Peradilan Militer, Slamet Sarwo Edy mengatakan terjadinya ketidakmandirian dalam sistem peradilan militer disebabkan adanya faktor kepentingan militer yaitu berkaitan dengan tugas pokok TNI mempertahankan kedaulatan negara. Selain itu, penempatan aparat sipil pada peradilan militer menimbulkan banyak keberatan karena dipandang tidak menguntungkan bagi militer ataupun kesatuan militer. “Penempatan aparat peradilan sipil sebagai pejabat pada pengadilan militer sering melampaui kedudukannaya sebagai penaggungjawab penuh atas keadaan keamanan dan ketertiban dalam lingkungan angkatan,” ujarnya.
Menurutnya, penuntutan dan pelimpahan perkara ke pengadilan seharusnya dilaksanakan secara mandiri oleh oditur militer, dan bertanggungjawab kepada orditurat Jenderal TNI. Lalu, pelaksanaan pidana oleh lembaga pemasyarakatan militer dilaksanakan dengan tidak membedakan perlakukan berdasarkan kepangkatan yang disandangnya tetapi sama sebagai narapidana militer. “Kewenangan pengadilan tidak lagi didasarkan kepada kepangkatan terdakwa, demikian juga hakim, oditur, pembela yang bersidang tidak lagi menggunakan pangkat tetapi menggunakan pakaian toga,” katanya.
Meski demikian, katanya, pembinaan organisasi administrasi dan finansial pengadilan militer sepenuhnya tetap berada di bawah Mahkamah Agung RI seperti pengadilan-pengadilan lain dilaksanakan secara konsekuen sebagaimana diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman.
Seperti diketahui peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan mengadakan pengadilan tentara disamping pengadilan biasa dan UU no 8 tahun 1946 tentang peraturan hukum acara pidana guna pengadilan tentara. (Humas UGM/Gusti Grehenson)