Kesejahteraan menjadi suatu hal yang penting seiring dengan semakin kompleksnya kehidupan manusia di era globalisasi ini. Beberapa negara menggunakan kesejahteraan sebagai tolok ukur kemajuan bangsanya, kemajuan sosial dan pemenuhan kebijakan publik. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap remaja menunjukkan bahwa terjadi berbagai perubahan yang dialami oleh remaja yang bersifat fisik, fisiologis maupun psikologis.
“Penelitian yang pernah dilakukan pada remaja menunjukkan bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan remaja, dapat menurunkan agresi, depresi atau kecemasan,”papar Wiwien Dinar Pratisti, pada ujian doktor di Fakultas Psikologi UGM, Selasa (19/7).
Di Indonesia, pemerintah melalui UU No. 4 tahun 1979 sudah menunjukkan perhatian pada pentingnya kesejahteraan bagi anak. Dalam UU tersebut terdapat pernyataan bahwa definisi anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa seseorang yang berusia 15-18 tahun masih dapat dikategorikan sebagai anak, meskipun secara perkembangan sudah memasuki pertengahan masa remaja.
“Subjek penelitian yang direkrut adalah remaja usia 15-18 tahun, yang tinggal dalam keluarga inti di Sukoharjo dan menjadi anggota karang taruna,”imbuh dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta itu.
Hasil penelitian disertasi Wiwien yang berjudul Model Kesejahteraan Subjektif Remaja ini menunjukkan bahwa kesejahteraan remaja putri lebih tinggi daripada remaja putra. Hasil ini menunjukkan bahwa remaja putri mampu mengelola emosinya secara lebih matang sehingga bisa berpikir lebih dewasa daripada remaja putra. Hasil ini menguatkan penelitian sebelumnya bahwa pelaku agresi lebih didominasi oleh remaja putra daripada remaja putri karena remaja putra kurang mampu mengelola emosinya secara positif.
“Untuk itu disarankan pada pihak terkait untuk bergerak dan berupaya menciptakan kondisi yang lebih sejahtera bagi remaja,”pungkas Wiwien. (Humas UGM/Satria)