Membangun karakter akademik mahasiswa sebagai calon sarjana Indonesia yang mempunyai identitias kuat akhir-akhir ini memang dirasa perlu. Kondisi kematangan karakter mahasiswa sekarang belum bisa mencerminkan identitas yang kuat. Maka dari itu, diperlukan penguatan karakter akademik mahasiswa yang selaras dengan program revolusi mental yang dicanangkan pemerintah. Pemetaan berbasis instrumen kematangan akademik mahasiswa berdasarkan nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia perlu dilakukan. Pemetaan tersebut sebagai tahap awal dalam rangka menguatkan karakter akademik mahasiswa.
Sebagai realisasi atas upaya pemetaan tersebut, diadakanlah Workshop Pendahuluan; Penguatan Karakter Akademik Mahasiswa Sebagai Calon Sarjana Indonesia Rabu (20/7) di Balai Senat UGM. Workshop yang diinisiasi Dewan Guru Besar (DGB) UGM berkerja sama dengan Program Magister Manajemen Pendidikan Tinggi, Sekolah Pascasarjana itu dihadiri oleh Rektor UGM, Guru Besar UGM, Dekan Fakultas, Dosen dan mahasiswa pascasarjana. Tujuan dari workshop ini adalah merumuskan kisi-kisi bahan pengembangan instrumen penilaian kematangan karakter akademik mahasiswa sebagai calon sarjana Indonesia. “Rumusan kisi-kisi itu lah yang kemudian akan dijadikan sebagai modal awal penyusunan penguatan karakter akademik mahasiswa di perguruaan tinggi dan sekaligus sebagai bagian dalam mendukung program revolusi mental yang dicanangkan oleh pemerintah,” jelas Prof. Dr. Sahid Susanto, MS.
Workshop Karakter Mahasiswa menghadirkan banyak narasumber, yakni Prof. Dr.
Agus Sartono, MA (Deputi Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan), Dr. Ary Ginanjar Agustian dari ESQ Leadership Center Jakarta, Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno dari PP. Aisyiah, dan Prof. Dr. Mochamad Maksum Machfoedz (Ketua Nahdlatul Ulama Provinsi DIY).
Agus Sartono memaparkan bahwa salah satu dasar penguatan karakter terletak pada integritas, etos kerja dan gotong royong. Ia mengatakan jika hidup tanpa integritas adalah meaningless, oleh karenanya kita harus menekankan integritas sejak dini. Selanjutnya Agus Sartono menambahkan apabila lemahnya etos kerja saat ini juga berpengaruh pada karakter mahasiswa. “Kita harus memberi pencerahan kepada anak didik kita bahwa tidak ada perjuangan atau kerja yang sia-sia, supaya etos kerja mereka meningkat,” tambah Agus Sartono.
Berbeda dengan Agus Sartono yang menyampaikan materi tentang implementasi revolusi mental di perguruan tinggi, Ary Ginanjar menambahakan beberapa materi terkait radikalisme di kalangan civitas akademika. Menurutnya, radikalisme di kalangan mahasiswa berasal dari ketidakseimbangan antara tiga factor, yaitu akal, rasa, dan juga hati. “Apabila ketiga faktor yakni akal, rasa dan hati tidak seimbang maka akan radikalisme akan muncul. Radikalisme yang berbahaya bukan hanya bom bunuh diri dan semacamnya melainkan ketidakseimbangan intelektual, emosional, dan spiritual dari karakter mahasiswa,” tambah Ary.
Pada akhir sesi diskusi, Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.A., selaku moderator, mengatakan bahwa penyiapan karakter mahasiswa dapat dimulai sejak masa PPSMB, dimana mahasiswa harus diberikan pendidikan karakter Pancasila. Gunawan menilai Pancasila dalam kurikulum harus diperjelaskan arahnya bukan sekedar menjadi kurikulum belaka. mahasiswa. (Humas UGM/Catur;foto: Donnie)