Tuberkulosis atau sering dikenal dengan sebutan TB merupakan penyakit infeksi yang umumnya mengenai jaringan paru dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, klinis bervariasi dari tanpa gejala sama sekali hingga manifestasi berat. Hingga saat ini ditemukan penurunan kasus TB rata-rata 1% setiap tahunnya namun demikian penderita TB masih cukup tinggi yaitu berjumlah 17,1 juta orang. Kasus baru ditemukan sekitar 8,8 juta kasus setiap tahunnya dengan angka kematian sekitar 1,4 juta orang. Indonesia merupakan negara dengan kasus TB terbesar keempat di dunia, dengan 430 ribu kasus baru dan 61 ribu kematian setiap tahunnya.
Permasalahan dalam penanganan TB adalah karateristik M. tuberculosis yang sangt unik seperti pertumbuhan bakteri yang lambat, strain yang sangat bervariasi, pengobatan yang membutuhkan kesabaran pasien karena diperlukan waktu yang lama dan adanya strain yang telah mengalami resistensi.
Analisis terhadap strain M.tuberculosis memperlihatkan adanya beberapa strain utama yaitu East African Indian (EAI), Beijing, Haarlem, latin American and Mediteranean dan Central Asian. Banyak penelitian menyebutkan strain beijing dianggap lebih virulen dibanding non beijing dan mempunyai kecenderungan resisten terhadap obat anti tuberkulosis. Sementara di Indonesia, strain beijing merupakan kelompok terbesar dibanding strain lain berkisar 20-33%.
Dosen Mikrobilogi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, dr. Andani Eka putra, M.Sc., mengatakan Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri intraseluler patogen yang berdiam di dalam makrofag dan sebagai komponen paling penting dalam sistem imun. Bakteri tersebut menghasilkan 2 kelompok protein yang sangat polimorfik yakni proline glutamic acid (PE) dan proline-proline glutamic (PPE). “Protein kelompok ini merupakan 10% dari total protein M. Tuberculosis. Protein ini sangat terkait dengan virulensi dan menjadi target pengembangan diagnosis dan terapi,” kata dr. Andani Eka Putra, M.Sc., dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (20/7).
Ia berhasil melakukan penelitian tentang genotyping M.tuberculosis isolat lokal sehingga dapat diferensiasi strain beijing dan bukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik molekular dan imunogenisitas protein PE khususnya PE-PGRS 24 dan 35 dari M.tuberculosis isolat lokal. Adapun analisis molekuler dilakukan terhadap 10 sampel yang terdiri dari 5 sampel M.tuberculosis strain beijing dan 5 non beijing serta 10 sekuen pembanding.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan terdapat variasi molekuler gen PE-PGRS 24 dan 35, PE-PGRS 24 sebagai protein ekstrasel sedangkan PE-PGRS 35 adalah bagian dari protein membran. “Kedua protein dan epitop linearnya bersifat imunogenik dan mampu membedakan TB dengan non TB serta berpotensi dikembangkan sebagai model diagnostik,” kata pria kelahiran Tarusan, Kamang, Bukittinggi, Sumatera Barat ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)