Sekitar 90% bahan baku obat yang beredar saat ini ternyata masih impor. Hal inilah yang salah satunya menyebabkan terjadinya defisit neraca perdagangan Indonesia. Pernyataan ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit. D., pada acara penandatanganan nota kesepahaman Pengembangan Bahan Baku Obat Parasetamol dengan UGM dan PT. Kimia Farma, Kamis (21/7) di UGM. Menurut Achmad kebutuhan terhadap obat-obatan diperkirakan akan naik seiring dengan komitmen pemerintah dalam mengawal BPJS Kesehatan.
“Proyeksinya kebutuhan terhadap obat-obatan ini akan naik 5 tahun ke depan,”kata Achmad.
Pihak Kementerian Perindustian, tambah Achmad, akan mendukung tindak lanjut penandatanganan nota kesepahaman ini, baik di bidang regulasi maupun infrastruktur.
Sementara itu, Direktur Utama PT. Kimia farma, Rusdi Rosman, mengapresiasi para peneliti UGM yang akan melakukan penelitian terhadap bahan baku parasetamol. Pihak Kimia Farma siap membantu, baik di sisi produksi, penjualan hingga pemasaran. Rusdi memberikan gambaran kebutuhan parasetamol di Indonesia mencapai 4.500 ton tiap tahun.
“Parasetamol khan paling banyak dikonsumsi tetapi bahan baku kita belum bisa produksi. Semoga usaha dari peneliti UGM ini nantinya akan sukses,”harap Rusdi.
Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengatakan kerja sama dengan Kimia Farma sebelumnya telah dilakukan dalam pemasaran produk Gama CHA. Rektor menegaskan kerja sama yang dijalin ini sekaligus menegaskan kembali posisi UGM sebagai universitas riset yang mengedepankan spirit socioentrepreneur.
“Bagaimana supaya riset dan inovasi UGM bisa dihilirkan baik ke masyarakat, pemerintah maupun industri,”tegas Dwikorita. (Humas UGM/Satria;foto: Donnie)