Semangat untuk memperoleh pendidikan terbaik serta dukungan dari sang guru memberanikan Ridha Wahyuningtias untuk mendaftarkan diri pada seleksi penerimaan mahasiswa UGM, terlepas dari kekhawatiran orang tuanya yang tak sanggup membayar biaya kuliah. Tidak disangka, ia ternyata berhasil diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran UGM tanpa harus membayar biaya kuliah.
Bagi Tias, begitu ia biasa dipanggil, belajar ilmu kesehatan memang sudah menjadi impiannya. Ketika duduk di bangku sekolah, ia aktif mengikuti kegiatan pramuka, dan banyak terlibat dalam penanganan keadaan medis darurat.
“Dari dulu sering ikut kegiatan pramuka, sempat belajar tentang pertolongan medis juga lalu jadi tertarik dengan ilmu kesehatan dan ingin jadi perawat,” ujar anak ketiga dari empat bersaudara ini.
Sebelum mendaftar untuk Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, ia sempat mencari tahu perguruan tinggi yang memiliki program studi berkualitas di bidang kesehatan, dan pilihannya pun jatuh pada UGM. Namun, saat itu ia belum berani membayangkan akan berkuliah di UGM, karena ia tahu bahwa keadaan ekonomi keluarganya sangat terbatas. Orang tuanya tidak akan mampu membiayai kuliahnya di UGM, hingga salah satu guru di sekolahnya memberi informasi tentang beasiswa Bidik Misi.
“Katanya disuruh daftar saja dulu, kalau untuk masalah biaya ada banyak jalan. Bisa cari beasiswa untuk kuliahnya,” ujar Tias saat ditemui di kediamannya di kawasan pinggiran Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (20/7).
Ketika memutuskan untuk mendaftar, ia memang sengaja tidak langsung memberitahukan kedua orang tuanya, karena ia takut orang tuanya akan melarang. Kedua kakaknya yang melanjutkan pendidikan tinggi di Pontianak, sebelumnya memang sempat diterima di beberapa perguruan tinggi bergengsi di Pulau Jawa. Namun, kedua orang tua mereka tidak merestui mereka untuk merantau ke luar kota.
“Saya hanya khawatir, kalau kuliah jauh-jauh nanti bayar kuliahnya gimana, biaya hidup gimana, mereka tinggal di mana, kalau kos pasti banyak mengeluarkan biaya. Jadi, saya bilang kuliahnya di sini aja, biar tidak susah, tinggal mencari cara untuk membantu biaya kuliah,” ucap Sri Rosmiati.
Orang tua Tias sehari-hari mencari nafkah dengan berjualan minuman es tebu. Sejak tahun 1992, Jumadi, ayahnya yang beberapa tahun sebelumnya merantau dari Blora, Jawa Tengah, telah berjualan es tebu di Alun-alun Kapuas yang menjadi salah satu objek wisata dan pusat keramaian Kota Pontianak. Pemasukan yang ia peroleh dari berjualan selama beberapa jam mulai pukul 3 sore hingga malam hari pun cukup untuk menghidupi istri dan keempat anaknya. Namun, setahun belakangan, penghasilannya menurun drastis semenjak ia dilarang berjualan di Alun-alun.
“Sekarang saya hanya bisa berjualan di depan gang, berjemur dari pagi sampai sore di pinggir jalan. Tapi pendapatannya ya memang jauh lebih sedikit,” ujarnya.
Kini, setiap pagi ia harus mengangkut batang-batang tebu dan mendorong gerobak yang ia buat sendiri ke tepi jalan Komodor Yos Sudarso yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Jalan ini terbilang tidak terlalu ramai karena tidak banyak dilalui kendaraan dan bukan terletak di kawasan padat penduduk. Ia hanya berharap memperoleh pemasukan dari beberapa pelanggan tetap serta pengunjung rumah sakit daerah dan SPBU yang letaknya berdekatan dengan lokasi ia berjualan.
Meski hidup dalam keadaan terbatas, namun bagi kedua orang tua Tias, pendidikan bagi anak-anak mereka memang selalu menjadi hal yang diutamakan. Terbukti, mereka berhasil menyekolahkan kedua anaknya yang lebih tua hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ia pun bersyukur karena anak-anaknya juga menunjukkan niat dan semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu, bahkan hingga meraih berbagai prestasi dan memperoleh beasiswa.
“Kalau untuk kebutuhan lain, itu bisa dihemat-hemat. Yang penting anak-anak saya bisa sekolah,” imbuhnya.
Karena itu, mereka pun akhirnya melepas kepergian Tias untuk kuliah di UGM. Beasiswa Bidik Misi yang ia terima, serta dukungan dari beberapa kakak tingkat Tias yang sudah berkuliah di Jogja meyakinkannya bahwa Tias dapat menjalani kuliah dengan baik. Ia pun berdoa agar di UGM Tias dapat menuntut ilmu dengan baik, memperoleh apa yang ia cita-citakan, serta nantinya dapat menggunakan ilmunya untuk kebaikan sesama. (Humas UGM/Gloria)