Harapan tak putus sampai jerat tersentak rantus. Peribahasa tersebut barangkali tepat untuk menggambarkan perjuangan gigih Ahmad Fauzi hingga akhirnya berhasil masuk S1 Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Saat itu, Ahmad Fauzi, bapak, ibu, dan kakaknya telah berkumpul untuk menantikan pengumuman SNMPTN. Tangis haru pun pecah saat Fauzi dinyatakan lolos SNMPTN dan mendapat beasiswa Bidikmisi. “Saya peluk Fauzi, semua nangis di situ, terharu tidak menyangka cita-citanya masuk perguruan tinggi bisa kesampaian,” ungkap ibu Fauzi, Siti Ulfah, baru-baru ini.
Kedua orang tua Fauzi bangga atas pencapaian Fauzi. Sejak dulu Fauzi memang bercita-cita ingin masuk perguruan tinggi. Meski berasal dari keluarga yang tergolong kurang mampu, Fauzi tidak pernah minder dan terus giat belajar untuk mencapai cita-citanya. Mustofa, ayah Fauzi, bermata pencarian sebagai pedagang pakaian di sebuah pasar di dekat Tanjung Benoa, Bali. Pasar itu setidaknya berjarak cukup jauh sekitar 28 kilometer dari tempat tinggal Mustofa di Denpasar.
Menaiki sepeda motornya yang sudah cukup uzur, perjalanan menuju pasar tersebut bisa memakan waktu 45 menit dan akan lebih lama bila musim penghujan. Mustofa akan berangkat dari kediamannya pukul tiga sore dan pulang sekitar sebelas malam. Rutinitas itu ia lakukan setiap hari demi memenuhi kebutuhan keluarga. Sebagai pedagang, penghasilan Mustofa tak menentu. Di sebuah lapak yang hanya berukuran 2×3 meter tak banyak uang yang bisa dikumpulkan Mustofa. Apalagi bila musim penghujan tiba, pengunjung akan sepi dan pendapatan pun menurun. Ibu Fauzi sempat membantu perekonomian keluarga dengan berjualan perabot keliling. Namun, usaha itu hanya berjalan dua tahun kemudian berhenti dikarenakan penyakit diabetes yang ia idap.
Perekonomian Mustofa semakin memburuk pada 2011. Insiden kebakaran rumah padat penghuni di Jalan Pulau Biak, Denpasar, Bali sekitar lima tahun lalu itu masih jelas terekam dalam ingatan Mustofa dan Siti. Saat itu, si jago merah melahap habis kampungnya serta menghanguskan satu-satunya rumah yang mereka miliki. Rumah yang dibangun di sebidang tanah sewa habis tak tersisa sehingga tak satu pun harta benda yang dapat mereka selamatkan,
Pasca insiden kebakaran, Mustofa tak mampu lagi untuk membayar harga sewa tanah yang kian naik. Bahkan, Mustofa mengaku tak sanggup untuk membangun sebuah rumah kembali, mengingat seluruh harta bendanya yang hangus dibakar api. Akhirnya, Mustofa dan keluarganya tinggal di sebuah kos yang hanya berukuran 3×6 meter saja. Rumah kos tersebut hanya memiliki dua ruangan, yakni ruang depan dan ruang belakang yang difungsikan sebagai dapur dan kamar mandi. Di rumah itulah, saat ini Mustofa, istri dan kedua anaknya hidup bersama.
“Di ruang (depan) ini lah Fauzi tidur, makan, juga belajar. Jika temannya datang untuk belajar kelompok ya di di sini juga tempatnya,” jelas Ibu Fauzi.
Menurut orang tuanya, Fauzi memang anak yang rajin. Setiap hari Fauzi tidak lepas dari buku. Tak heran atas usahanya, banyak prestasi telah ia raih. Pada bidang Ekonomi, Juara 1 Teenage Accounting Competion FEB UNAIR 2015, Juara 1 KOMPeK FEB UI 2016, dan Juara 3 Olimpiade Akuntansi Universitas Negeri Malang. Fauzi yang menyukai sastra dan seni pertunjukan juga memenangi Lomba Baca Puisi se-Bali 2014 dan juga didapuk sebagai Best Actor pada Sastra Welang Monologue Awards. Mustofa menceritakan bila sedari SD hingga SMA, Fauzi selalu juara kelas dan mendapat beasiswa dari sekolah hingga lulus.
Salah satu kunci keberhasilan Fauzi adalah rajin dan memiliki tekad yang kuat. Hal itu terlihat kala ibunya tidak memberi ijin untuk kuliah terlalu jauh. Ibunya ingin Fauzi melanjutkan studi di perguruan tinggi yang ada di Bali atau di Surabaya yang ada sanak saudara “Saya tidak tega, di Jogja nanti dia sendiri tidak ada siapa-siapa. Belum tahu pergaulan di sana seperti apa tidak tahu, saya takut,” ucap Siti dengan mata berkaca-kaca.
Siti juga khawatir tidak mampu membiayai studi Fauzi bila kuliah terlalu jauh. Namun, Fauzi tetap bersikukuh untuk kuliah di UGM. Fauzi memantapkan pilihannya di FEB UGM karena satu-satunya fakultas ekonomi di Indonesia yang mendapat akreditasi AACSB. Oleh karenanya, Fauzi yakin bahwa FEB UGM adalah pilihan yang tepat untuknya sehingga selalu bersikeras untuk melanjutkan studi di situ. Berulang kali Fauzi meminta izin kepada ibunya, berkali-kali restu itu tidak diberikan. Namun, pada akhirnya Siti tak kuasa membendung tekad Fauzi yang begitu kuat. Siti pun akhirnya memberikan restu setelah Fauzi meyakinkannya bahwa bisa mendapat beasiswa Bidikmisi untuk kuliah. Usai mendapat restu ibunya Fauzi segera mendaftar SNMPTN hingga akhirnya diterima lewat jalur tersebut. (Humas UGM/Catur;foto: Slamet S)