Ideologi gender yang berlaku pada suatu masyarakat berpengaruh pada karya sastra yang dilahirkan. Sebagai kreasi imajinatif, muatan ideologi gender yang diemban novel tidak dapat dilepaskan dari realita kehidupan masyarakat saat karya diciptakan. Demikian pula, ideologi gender yang direpresentasikan novel Indonesia era reformasi menjadi cermin ideologi gender yang berlaku pada saat pencitptaan karya.
Dosen Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS UPI Bandung, Yulianeta, S.Pd., M.Pd., mengatakan berdasarkan kajian pada novel Saman, Geni Jora, Kitab Omong Kosong, Nayla, Putri Cina, Tanah Tabu, Tempurung, dan Jatisaba, domestikasi posisi dan peran perempuan merepresentasikan beberapa ideologi gender yang menempatkan perempuan pada posisi dan peran domestik, yakni ideologi patriarki, ideologi familialisme, ideologi ibuisme, dan ideologi umum yang seksis.
“Hal ini mengindikasikan adanya hegemoni maskulinitas dalam kebudayaan Indonesia,”papar Yulianeta pada ujian terbuka program doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Kamis (28/7).
Dalam disertasinya berjudul Ideologi Gender dalam Novel Indonesia: Tinjauan Sosiologi Sastra dengan Perspektif Gender terhadap Novel-novel Indonesia Era Reformasi, Yulianeta menjelaskan di samping representasi ideologi gender, ditemukan pula resistensi atau dekonstruksi keberadaan dan kelembagaan ideologi gender di dalam novel Indonesia reformasi.
Sebagai pengarang, Ayu Utami, Abidah El Khalieqy, Djenar Maesa Ayu, Sindhunata, Seno Gumira Ajidarma, Anindita S. Thayf, Oka Rusmini, dan Ramayda Akmal mempertanyakan dan memperhitungkan peran gender tradisional yang masih mengakar hingga era reformasi. Tokoh-tokoh dalam novel, baik laki-laki maupun perempuan, dengan kritis mempertanyakan dan memperhitungkan ideologi yang menempatkan perempuan tersubordinasi dalam relasinya dengan laki-laki (Humas UGM/Satria;foto: Donnie)