Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM dan Sekolah Pascasarjana Universitas Tohoku, Jepang menjalin kerja sama dalam program pertukaran mahasiswa atau student exchange. Kerja sama ini memungkinkan kedua belah pihak melakukan kerja sama penelitian dan pertukaran mahasiswa. Rencananya, setiap mahasiswa dari kedua universitas mempunyai kesempatan untuk mengikuti program exchange student selama dua semester setiap tahunnya. Nota Kesepahaman kerja sama ini ditandatangani oleh Wakil Direktur SPs UGM, Prof. Ir. Suryo Purwono, M.A.Sc., Ph.D., dengan Prof. Hiro Sato Ph.D dari Universitas Tohoku di Jepang belum lama ini.
Suryo Purwono mengataka kerja sama program pertukaran mahasiswa ini memberikan peluang bagi dua orang mahasiswa dari prodi S2 Program Studi Agama dan Lintas Budaya untuk belajar maupun meneliti di kedua negara setiap tahunnya. “Khusus mahasiswa pascasarjana yang memiliki kemampuan dasar bahasa Jepang, peluang ini akan semakin terbuka lebar,” kata Suryo, Kamis (4/8).
Selain itu, tambah Suryo, kerja sama ini membuka peluang mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) UGM melakukan studi agama di Jepang. “Hal ini tentunya akan memberikan manfaat besar bagi mahasiswa terutama bagi mereka yang tertarik melakukan penelitian tentang Jepang,” terangnya.
Kerja sama antara Sekolah Pascasarjana UGM dan Universitas Tohoku sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2015 dalam bentuk penelitian dan pengajaran. Sejak dua tahun terakhir, kata Dr. Suhadi, dosen Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) telah ada kerja sama penelitian dalam bidang kajian agama dan bencana di Indonesia dan Jepang. Bahkan, salah satu dosen dari Tohoku, Dr. Kimura Toshiaki, sejak 2015 telah menjadi salah satu dosen pengajar mata kuliah “Science, Religion and Disaster”, CRCS Sekolah Pascasarjana UGM.
Dr. Kimura Toshiaki dari Program Studi Agama, Univeristas Tohoku, menjelaskan bahwa Universitas Tohoku merupakan salah satu dari empat universitas yang memiliki program Studi Agama (Religious Studies). Menurutnya, program ini mulai diminati oleh mahasiswa Jepang karena dianggap penting khususnya dalam menanggapi bencana. Apalagi, Jepang merupakan salah satu negara dengan tingkat bencana yang tinggi, sehingga kehadiran agama di Jepang dianggap sangat membantu menangani korban bencana. “Kehadiran sarjana dari studi agama dapat membantu para korban untuk melihat bencana dari sisi spiritualnya,” tutur Kimura. (Humas UGM/Gusti Grehenson)