Kehidupan masyarakat dewasa ini menunjukkan fenomena-fenomena yang jauh dari kemanusiaan. Krisis yang telah merambah di setiap lini kehidupan menjadi bukti bahwa nilai-nilai hakiki yang mestinya dijunjung tinggi dan dipegang teguh sebagai dasar dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari justru ditinggalkan.
Demikian dikatakan Sri Sudarsih, Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang di Auditorium Gedung C, Fakultas Filsafat UGM, Rabu (10/8). Hal itu disampaikannya saat menempuh ujian terbuka Program Doktor, dengan mempertahankan disertasi berjudul “Hakikat Nilai Dalam Evolusi Manusia Pierre Teilhard de Chardin Kontribusinya Bagi Pemahaman Keluarga Harmonis di Indonesia” dengan didampingi promotor Prof. Dr. Joko Siswanto dan ko-promotor Dr. Sri Soeprapto, M.S..
“Disinilah arti pentingnya, disertasi ditulis bertujuan untuk menemukan makna evolusi manusia, manfaat nilai dalam teori evolusi manusia menurut Teilhard de Chardin,” kata Sri Sudarsih.
Dalam pemaparan di hadapan tim penguji, Sri Sudarsih mengungkapkan evolusi menurut Teilhard de Chardin pada hakikatnya adalah perkembangan dari yang sederhana menuju pada yang lebih kompleks. Evolusi manusia terjadi karena ada hukum kompleksitas kesadaran dan cinta.
Evolusi manusia berkaitan dengan keharmonisan antara segi jasmani dan rohani. Manusia akan mencapai kesempurnaan bila hidup dalam kebersamaan. Sementara kesempurnaan tertinggi adalah dalam Titik Omega. Titik Omega ini adalah Tuhan, sekaligus Alpha.
“Nilai pada teori evolusi menurut Chardin merupakan kualitas apriori. Nilai bersifat objektif, nilai-nilai yang terkadung dalam teori evolusi manusia adalah nilai vital yang tercermin dalam kejasmanian dan kerohanian, nilai kebersamaan, nilai perjuangan dan optimis, nilai spiritual yang tercermin dalam nilai kemanusiaan, nilai cinta, nilai kebahagiaan dan nilai kesucian yang tercermin dalam nilai Ketuhanan,” tambahnya.
Hierarki nilai dalam teori evolusi manusia menurut Teilhard de Chardin, kata Sri Sudarsih, menempatkan nilai kesucian memiliki kedudukan paling tinggi dibandingkan nilai spiritual dan nilai vital. Nilai spiritual memiliki kedudukan di bawah nilai kesucian, dan nilai vital memiliki kedudukan di bawah nilai spiritual.
Dengan demikian, nilai kesucian mendasari nilai spiritual dan nilai vital, sementara nilai spiritual mendasari nilai vital. Nilai-nilai tersebut tentu bersifat abstrak dan universal sehingga bermanfaat bagi pemahaman keluarga harmonis di Indonesia.
“Keluarga harmonis dalam pemahaman Teilhard de Chardin adalah kehidupan keluarga yang didasarkan pada nilai kesucian, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai vital sehingga setiap anggotanya semakin menjadi personal,” tutur Sri Kadarsih. (Humas UGM/ Agung)