Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Perikanan dan Kelautan pada Sabtu (13/8) di Auditorium Harjono Danoesastro. Seminar tersebut dihadiri oleh para peneliti, pelaku usaha, civitas akademika serta para tamu undangan yang menggeluti bidang perikanan dan kelautan.
Hadir sebagai pembicara kunci dalam seminar yang dibuka Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. Suratman tersebut, yaitu J. Soetanto dari PT. Iroha Sidat Indonesia dan Dr. Eko Setyobudi, S.Pi., M.Si. dari Departemen Perikanan UGM.
Suratman dalam sambutannya menegaskan bahwa gerakan cinta maritim sebagaimana instruksi Presiden diharapkan juga bisa terlaksana di lingkungan kampus. Ia mengatakan dengan kondisi dua per tiga wilayah Indonesia yang merupakan lautan sudah seharusnya bisa dioptimalkan.
“Inovasi di bidang perikanan dan kelautan serta sinergi antara peneliti dengan pelaku usaha industri akan menjadi kunci keberhasilan kemaritiman Indonesia,” ujar Suratman.
Sementara itu, Soetanto dari PT. Iroha Sidat Indonesia, mengatakan bahwa sidat sedang menjadi primadona dan permintaannya cukup tinggi di pasar nasional maupun internasional. Rasa dan kandungan gizinya yang tinggi menjadi alasan tingginya minat konsumsi sidat. Soetanto mengemukakan salah satu masalah utama dari pengembangan budidaya sidat di Indonesia yakni fakta bahwa sidat belum dapat dibiakkan secara buatan. “Ketidakmampuan dalam upaya pembiakan buatan menjadikan budidaya sidat hanya tergantung dari tangkapan alam,” papar Soetanto.
Selain masalah pembiakan yang masih tergantung pada tangkapan alam, permasalahan budidaya sidat lainnya yaitu soal pertumbuhan sidat yang lambat. Soetanto menerangkan bahwa untuk memperoleh sidat dengan ukuran konsumsi dalam kondisi normal setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 12-15 bulan. Lambatnya pertumbuhan tersebut disebabkan faktor genetik seperti ukuran, jenis, spesies serta faktor luar seperti kimia air juga makanan.
“Pertumbuhan sidat yang relatif lambat membuat pengusaha harus melakukan segmentasi pemeliharaan yang lebih banyak agar kontinuitas produksi dapat tercapai,” ujar Soetanto.
Di akhir paparan, Soetanto berharap peran peneliti untuk melakukan penelitian dalam pengembangan perikanan dan kelautan yang dapat diterapkan di lapangan. (Humas UGM/Catur)