Keruing atau Dipterocarpus spp telah dikenal sebagai salah satu jenis tumbuhan yang memiliki kayu bernilai tinggi. Selain kayu, minyak keruing yang merupakan resin cair (oleoresin) banyak digunakan sebagai pernis bangunan interior, bahkan di dunia industri juga dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Namun, tingginya permintaan minyak keruing mengakibatkan ancaman terhadap keberadaan pohon-pohon keruing liar yang masih tersisa di hutan. Ditambah dengan rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengenal jenisnya semakin memberi dampak buruk keberadaan pohon tersebut. “Kepunahan dapat dicegah jika diupayakan penanaman dalam skala besar,” kata Dwi Tyaningsih Adriyanti, dalam ujian terbuka promosi doktor di auditorium Fakultas Kehutanan, Selasa (16/8).
Menurut Dwi Tyaningsih penanaman dalam skala besar tersebut dapat diwujudkan apabila materi tanaman keruing tersedia dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik. “Materi tanaman keruing dapat diperoleh dengan mudah apabila sumber pohon induknya dapat diketahui,” ujarnya.
Meski kenyataan kondisi hutan sudah mengalami banyak kerusakan, menurut Dwi, pengembangan tumbuhan keruing mendesak dilakukan. Dwi menyampaikan penelitiannya tentang kajian taksonomi keruing dengan mengambil sampel dari sebaran 38 spsesies Dipterocarpus dan 3 spesies Anisoptera yang tersebar di tiga pulau, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Ia memerinci di Sumatera terdapat 5 spesies Dipterocarpus dan 2 Anisoptera di Sumatera. Di Kalimantan ada 41 spesies, dan di Jawa ada 7 spesies Dipterocarpus dan 3 spesies Anisoptera. Menurutnya, dari hasil identifikasi dan hasil pengelompokan dapat dibuktikan bahwa kedudukan seksi dalam Dipterocarpus cukup jelas dan cukup bernilai untuk direkomendasikan mencapai tahapan revisi klasifikasi Famili Dipterocarpus. Seperti diketahui, Whitmore dkk (1990) melaporkan bahwa di Indonesia famili Dipterocarpaceae memiliki 253 spesies yang berasal dari 9 genera Anisoptera (8 spesies), Cotylelobium (3 spesies), Dipterocarpus (40 spesies), Dryobalanops (6 spesies), Hopea (48 spesies), Parashorea (7 spesies), Shorea (105 spesies), Upuna (1 spesies) dan Vatica (35 spesies). (Humas UGM/Gusti Grehenson)