Dalam beberapa bulan terakhir masyarakat sempat diresahkan dengan beberapa kasus kematian pasien di sejumlah rumah sakit Indonesia akibat kesalahan dalam pemberian obat anestesi. Kejadian ini mengundang perhatian banyak pihak tentang keselamatan dan kualitas dari tindakan anestesi.
Ahli anestesi Fakultas Kedokteran (FK) UGM, dr. Djayanti Sari, M.Kes., Sp.An., KAP., mengatakan tindakan anestesi yang baik dan aman merupakan salah satu aspek penting dari pelayanan anestesi. Selain itu, juga menjadi gambaran dari kualitas pelayanan anestesi yang diberikan. Melihat sejumlah kasus kesalahan anestesi tersebut, dia menekankan perlunya dilakukan evaluasi ulang kualitas pelayanan anestesi dengan lebih baik.
“Perlu indikator klinis yang digunakan untuk evaluasi pelayanan anestesi di kamar operasi secara menyeluruh sehingga dapat dibandingkan dan diikuti sepanjang waktu,” katanya saat ujian terbuka program doktor di FK UGM, Selasa (23/8).
Pengembangan indikator klinis ini, ditekankan Djayanti, sebaiknya disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Selanjutnya, hasil evaluasi kualitas tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan anestesi di Indonesia.
Dari penelitian yang dilakukan Djayanti berhasil menetapkan 18 indikator klinis untuk menilai hasil tindakan anestesi baik di fase pra operasi, durante operasi dan pasca operasi. Delapan belas indikator klinis itu digunakan untuk menilai kualitas tindakan anestesi terhadap kejadian kematian, nyeri, PONV, desaturasi, dan reintubasi.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan anestesi, Djayanti menyaranakan pelibatan seluruh civitas rumah sakit dalam implementasi indikator klinis sebagai parameter kualitas pelayanan anestesi. Menurutnya, penting dilakukan pembekalan sumber daya manusia untuk melakukan anestesi yang baik dan sesuai dengan standar yang digunakan.
Sementara itu, bagi rumah sakit diharapkan bisa membuat kebijakan dan melengkapi sarana dan prasarana agar pelayanan anestesi selalu bisa diberikan dengan baik serta sesuai standar anestesi universal. (Humas UGM/Ika)