Lebih dari tiga ribu mahasiswa UGM akan diwisuda pada Rabu (24/8) dan Kamis (25/8) mendatang. Selepas wisuda, tantangan selanjutnya telah menanti seraya mereka memasuki dunia kerja. Para wisudawan nantinya akan menekuni berbagai bidang yang berbeda, namun sebagai lulusan UGM, mereka memangku tanggung jawab untuk tidak hanya bekerja bagi diri sendiri, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Lulusan UGM harus bergerak, harus bisa berdayakan masyarakat,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran UGM sekaligus pendiri Shoes and Care, dr. Tirta Hudhi, dalam pembekalan wisuda program sarjana dan diploma, Selasa (23/8) di Grha Sabha Pramana.
Berawal dari tekadnya untuk meringankan beban orang tua, sejak awal kuliah ia mencari cara untuk memperoleh penghasilan yang dapat ia gunakan untuk membeli berbagai kebutuhan kuliahnya sendiri. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk berwirausaha. Berbagai macam usaha sempat digeluti olehnya, namun tidak semuanya menuai keberhasilan. Tidak jarang ia harus gulung tikar dan memulai kembali usahanya dari nol.
“Saya pernah bangkrut dan cuma punya uang 700 ribu untuk 2 bulan. Akhirnya, saya bertahan dengan makan roti basi dan nasi kering,” kisahnya.
Tidak berhenti di situ, saat memulai usahanya kembali, ia justru sempat ditipu oleh rekannya. Namun, kini kesuksesan berhasil ia raih melalui usaha perawatan sepatu yang ia beri nama Shoes and Care. Berawal dari jasa mencuci sepatu yang ia lakukan di kosnya, kini Shoes and Care telah memiliki 21 cabang di 11 kota di Indonesia.
“Separuh dari pegawai saya adalah fresh graduate, karena mereka harus diberi kesempatan untuk dapat berkembang. Separuhnya lagi adalah anak-anak jalanan yang saya tarik supaya mereka bisa memiliki kehidupan yang lebih baik,” ujar Tirta.
Jiwa sosial inilah yang ia tunjukkan baik dalam bisnis maupun dalam profesi sebagai dokter yang masih ia tekuni hingga saat ini. Ia memang bertekad untuk menjalankan kedua hal ini bersamaan, meskipun hal itu harus menyita banyak waktunya.
“Kalau pagi saya dinas di puskesmas, sore cuci sepatu, lalu belajar sampai tengah malam untuk persiapan menangani pasien, sehingga saya tidur hanya 4 jam. Orang bilang kalau jadi businessman tidak bisa kerja profesional, saya ingin patahkan itu,” ujarnya.
Menyeimbangkan aktivitas bisnis dan profesi juga mampu dijalankan oleh Agus Suparto, lulusan antropologi UGM yang sejak 2 tahun lalu menjadi fotografer pribadi Presiden Joko Widodo.
Di hadapan para calon wisudawan ia memberikan nasihat bahwa untuk memasuki dunia profesional, para lulusan universitas harus melengkapi diri dengan kompetensi yang diperlukan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor sehingga membuatnya mampu menjalankan profesi sebagai fotografer serta sukses dalam menggeluti usahanya di bidang fotografi udara.
“Meskipun background saya antropologi, tapi saya memperlengkapi diri dengan berbagai kompetensi yang diperlukan untuk profesi saya, belajar tentang fotografi, desain, jurnalistik, dan lainnya. Lulusan dari latar belakang apa pun harus mempunyai kompetensi multidisiplin yang bisa digunakan, tidak berdiri sendiri,” ujarnya. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)