Ketua tim ekpedisi, Manto Sitindaon, mengatakan tim yang akan berangkat sebanyak 7 orang, terdiri 2 orang wanita dan 5 orang laki-laki. Jalur pendakian Doropeti yang dipilih merupakan rute terpanjang untuk mencapai puncak Tambora, setidaknya memerlukan waktu 5 hari untuk bisa sampai ke puncak. Selanjutnya, setelah mencapai puncak, selama 2 hari, tim akan turun menuju dasar kawah kaldera yang memiliki kedalamam hingga 800 meter. “Kita akan mengeksplorasi kawah Tambora apakah bisa dijadikan sebagai objek tujuan wisata baru. Apalagi di sana sudah terbentuk gunung api baru,” katanya.
Umumya, para pendaki selama ini memilih jalur pendakian Pancasila sebagai rute yang paling dekat menuju puncak, hanya memerlukan waktu 2 hari satu malam perjalanan mencapai puncak. Namun, alasan tim dari Mapagama memutuskan jalur pendakian Doropeti dalam rangka mendata jumlah kenekaragaman hayati dan melakukan penelitian tentang budaya dari penduduk yang tinggal di sepanjang jalur pendakian.
Meski demikian, Manto mengatakan ekspedisi pendakian gunung api kali ini tantangan terbesarnya bukan di jalur pendakian namun saat menapaki dasar kawah Tambora. Untuk itu para anggota Mapagama telah melakukan persiapan sejak Oktober tahun lalu. “Kita belajar banyak tentang topografi Tambora, kemiringan lereng gunung, serta melakukan latihan fisik dan pernafasan untuk menguatkan kemampuan saat mendaki,” katanya.
Adapun ketujuh orang mahasiswa yang diberangkatkan tim Magapagama yakni, Manto Sitindaon dari Fakultas Teknologi Pertanian, Reza Khairurahman dari Fakultas Kehutanan. Selanjutnya Andoyo Respati Fitriono, David Sabatian Dompas, Devi Astuti, Alief Fahmil Umam dari Sekolah Vokasi, serta Dewi Sekar Kartini dari Fakultas Ilmu Budaya selaku pendamping lapangan.
Ketua umum Mapagama, Muhammad Yusya Asadillah, mengatakan interpretasi jalur pendakian dan penelitian keanekaragaman flora dan fauna di Tambora nantinya dapat digunakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya di Gunung Tambora. Seperti diketahui, Gunung tambora pernah erupsi tahun 1815 yang menelan ribuan korban penduduk kerajaan Tambora dan Pekat Pulau Sumbawa. Tidak hanya itu, dampak letusan menyebabkan bencana kelaparan di Bali dan Lombok. Bahkan, letusan tersebut menyebabkan kawasan Eropa mengalami tanpa musim panas. (Humas UGM/Gusti Grehenson)