Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menyelenggarakan pelatihan dalam rangka pengembangan model pencegahan tindak kekerasan di sekolah. Pelatihan tersebut diikuti oleh 40 peserta dari unsur pimpinan dan guru SMA/SMK/MA se-Kota Yogyakarta yang berlangsung di Ruang Sidang LPPM UGM, Sabtu (27/8). Pelatihan mengahadirkan beberapa narasumber dan fasilitator antara lain, Dr. Heri Santoso, Drs. Hadi Sutarmanto, MS., dan Surono, M.A., serta Pejabat Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Pelatihan ini dimaksudkan untuk membantu para guru dan pimpinan sekolah untuk mengembangkan potensi kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan kinestetik secara lebih holistik di sekolah sebagai salah satu model untuk mencegah tindak kekerasan.
Heri menjelaskan bahwa berdasarkan penelitiannya, pelaku tindak kekerasan sesungguhnya mengalami masalah dalam aspek intektual, emosional, spiritual dan kinestetiknya jika ditinjau dari aspek kecerdasan, pribadi dan masyarakat. Menurut Heri pelaku tindak kekerasan belum mengembangkan seluruh potensi kecerdasan yang telah diberikan Tuhan secara optimal dan holistik. Indikasi itu terlihat pada para pelaku yang cenderung berkarakter “mentalitas menerabas’’, egoistis, kurang mampu beradaptasi, berempati, dan berkolaborasi.
”Terkadang pelaku tindak kekerasan berperilaku kurang religius atau justru fanatisme yang sempit pada kelompok dan agamanya, serta potensi kinestetiknya belum dikembangkan secara optimal,” jelas Heri.
Sementara itu, Drs. Rusmadi Giri Nugroho, Kasie Manajemen Sekolah Pendidikan Menengah Diknas Kota Yogjakarta, mengatakan beberapa sekolah di Kota Yogyakarta telah melakukan upaya untuk meminimalkan terjadinya bullying. Upaya tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengembangkan keunggulan sekolah masing-masing. Rusmadi mencontohkan upaya SMAN 4 memfokuskan diri pada pengembangan olah raga, SMAN 9 fokus pada pembudayaan Bahasa Jawa, dan SMA 6 menyibukkan para siswanya dengan berbagai penelitian. Menurut Rusmadi penciptaan label atau branding sekolah ternyata cukup efektif dan berhasil menekan agresivitas pelajar di sekolah. Meskipun begitu, Rusmadi memang tidak memungkiri jika di Kota Yogyakarta masih terjadi tindak kekerasan di kalangan pelajar.
Sementara itu, Drs. Hadi Sutarmanto, M.S., psikolog sosial UGM sekaligus sebagai ketua program kegiatan, berpendapat bahwa secara psikologis para pelaku kekerasan biasanya cenderung berpikir menggunakan “mentalitas menerabas”, yang tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan. Hadi Sutarmanto menambahkan bahwa beberapa siswa yang “kurang mampu” atau “kelebihan energi” memang berpotensi menjadi pelaku kekerasan, tetapi tidak selalu. Hal ini dapat dipahami karena secara psikologis, mereka ingin menunjukkan eksistensi atau kehadirannya diakui.
“Tugas kita membantu mereka agar ketika menunjukkan eksistensinya itu tidak merugikan orang lain,” tegas Hadi. (Humas UGM/Catur)