Dalam beberapa bulan terakhir marak diberitakan di berbagai media masa perselisihan antara guru dengan orang tua murid. Kebanyakan perselisihan terjadi karena orang tua tidak terima terhadap tindakan guru dalam memberikan peringatan dan teguran pada siswa.
Pengamat Kebijakan Publik UGM, Dr.soc.pol. Agus Heruanto Hadna, menilai fenomena ini terjadi akibat sistem pendidikan di Indonesia mengabaikan pendidikan perilaku dan karakter. Menurutnya, pendidikan di Indonesia lebih banyak menekankan pada aspek kognitif. Sementara itu, aspek perilaku cenderung dilupakan.
“Pendidikan saat ini lebih banyak mengajarkan aspek kognitif saja, dicekoki dengan IPTEK,” katanya saat dihubungi Rabu (31/8) di UGM.
Kondisi ini mengakibatkan lemahnya aspek perilaku dalam pendidikan. Hal ini terjadi tidak hanya pada siswa, tetapi juga di pihak guru.
“Jadi ada ketidakseimbangan antara pendidikan kognitif dengan perilaku,” ucapnya.
Hadna menyampaikan terjadinya kekerasan di sekolah menunjukkan tidak bekerjanya komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua murid. Meskipun sudah banyak dibentuk komite sekolah, namun belum banyak yang memanfaatkan wadah ini sebagai sarana menjalin komunikasi orang tua murid dengan pihak sekolah dengan baik.
“Kalau komunikasinya efektif maka tidak akan terjadi hal-hal seperti ini,” tutur dosen FISIPOL UGM ini.
Guna mencegah kekerasan guru tidak terulang kembali, Hadna menyebutkan pemerintah perlu mengevaluasi sistem pembelajaran di Indonesia. Sistem pendidikan sebaiknya tidak hanya menekankan aspek kognitif anak tetapi juga memperhatikan aspek perilaku.
“Dalam pengembangan kurikulum mulai dari pendidikan TK sampai Perguruan Tinggi hendaknya diseimbangkan anatara aspek kognitif dengan aspek perilaku,” ujarnya.
Selain itu, tindak kekerasan di sekolah bisa diminimalkan dengan membangun komunikasi yang baik antara orang tua murid dengan sekolah. Agar tidak banyak lagi terjadi kasus tragis pada guru sebaiknya dalam mendidik murid, khususnya pemberian hukuman, hendaknya yang dapat menciptakan efek positif bagi siswa.
“Cara mendidik bisa dilakukan dengan mengembangkan model pemberian insentif dan disinsentif yang justru bisa membuat murid menjadi tertantang untuk menjadi lebih baik. Metode ini bisa mencegah terjadinya kekerasan baik pada anak maupun guru,” tandasnya. (Humas UGM/Ika)