Perusahaan jasa selalu dituntut untuk memelihara perilaku kewargaan organisasional orientasi-pelayanan (PKO O-P) karyawan. Hal tersebut diperlukan untuk mendukung optimalisasi kinerja organisasi perusahaan, termasuk dalam industri perhotelan. Perilaku kewargaan ini mengarahkan karyawan untuk bersikap loyal pada organisasi, berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan, dan menawarkan pelayanan yang sempurna.
“Perilaku kewargaan organisasional orientasi-pelayanan karyawan dapat membangun jembatan komunikasi yang efektif antara organisasi dengan pelanggan,” kata Heru Kristanto, dosen Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana, Senin (5/9) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Heru menyebutkan perilaku kewargaan organisasional orientasi pelayanan juga mewakili sikap organisasi terhadap pelanggan yang tercermin dalam manfaat PKO O-P bagi karyawan, pelanggan, dan organisasi. Dari penelitian yang dilakukan Heru terhadap 425 karyawan lini depan atau yang langsung melakukan kontak dengan pelanggan dari 56 hotel berbintang dan non-bintang di DIY diketahui bahwa perilaku kewargaan organisasional orientasi-pelayanan sangat dipengaruhi oleh iklim keadilan prosedural.
“Pengaruh tersebut terjadi baik secara langsung ataupun lewat pemediasian dukungan organisasional persepsian dan pertukaran pemimpin-anggota,”ungkapnya.
Temuan lain menunjukkan bahwa karyawan cenderung mempersepsikan keadilan yang berasal dari atasan langsung lebih berdasarkan prosedur kerja daripada keadilan berdasarkan kedekatan emosional. Kondisi ini disebabkan oleh fenomena pemanfaatan karyawan kontrak alih daya (outsourcing) dan karyawan lepas dalam menghadapi tingkat persaingan hotel yang sangat ketat. Karyawan alih daya cenderung mempersepsikan hubungan dengan atasan langsung sebagai bentuk kontrak kerja. Sedangkan hubungan emosional cenderung dengan atasannya di perusahaan alih daya.
“Karyawan alih daya berperilaku PKO O-P berlebihan dikarenakan ketakutan akan kehilangan pekerjaan daripada perlakuan yang baik dari atasannya,”jelas Heru.
Menurutnya, karyawan alih daya memerlukan pembekalan yang memadahi tentang iklim atau budaya kerja organisasi hotel untuk menciptakan keselarasan kerja dalam melayani tamu hotel. Hal ini penting dilakukan karena adanya perbedaan budaya kerja antara perusahaan alih daya dengan hotel tempat mereka bekerja. (Humas UGM/Ika)