Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bekerjasama dengan London School of Economics and political Science (LSE), KAFEGAMA dan BI Institut menggelar Seminar Internasional bertema “Digital Economy and Business for High Economics Growth”. Seminar dibuka Erwin Riyanto (Deputi Gubernur BI)menghadirkan pembicara Prof. Jonathan Liebenau (Professor in Digital Economics and Business, LSE), Jungwook Lim (Direktur of Startup Alliance), Eddiwan Danusaputro (CEO Mandiri Capital Indonesia), Adrian Asharyanto GUnadi (Chairman Inventree) dan Stanislaus Tandelilin (CEO Sale Stock).
“Kegiatan ini merupakan komitmen UGM pada pertumbuhan ekonomi dan bisnis digital di Indonesia. Setelah FGD di bulan Agustus kemarin yang melibatkan BI, OJK, Telkom, praktisi industri dan akademisi, seminar semacam ini akan terus berlanjut di Indonesia Forum bulan Oktober dan World Economic Forum di Davos bulan Januari 2017,” ujar Dr. Muhammad Eddhie Purnawan, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat, Kolaborasi dan Alumni FEB UGM, di Ruang Kertanegara, Rabu (7/9).
Menurut Eddhie Purnawan tema Digital Economic menjadi tema yang menarik. Sebab, seperti Korea Selatan yang fokus di bidang Digital Economic mampu meningkatkan nilai tambah ekonomi yang luar biasa. Bahkan bersama Jepang, Korea Selatan sejak tahun 1980 berhasil keluar dari jebakan lower middle income track.
“Indonesia ingin meniru dari aplikasi-aplikasi yang dikembangkan Korea Selatan, information technology demikian juga non information technologi yang digital. Mudah-mudahan Indonesia dengan perkembangan E-Commerse dan Fintech, bisa membuat lompatan-lompatan seperti keberhasilan di banyak negara,” katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Erwin Riyanto, mengatakan ekonomi digital dapat menjadi kunci pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan setengah penduduk Indonesia yang berusia di bawah 30 tahun, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekonomi.
Menurutnya, ekonomi dan keuangan digital juga dapat membuka kesempatan pengembangan keuangan inklusif. Berbagai potensi ekonomi dan keuangan digital, seperti efisiensi dan produktivitas dapat meningkat.
Meskipun demikian, katanya, ekonomi dan keuangan inklusif ini memerlukan peningkatan perlindungan konsumen serta sistem keuangan yang stabil. Untuk itu, Bank Indonesia telah dan akan terus melakukan kajian mengenai berbagai kesempatan dan risiko terkait ekonomi digital.
“Kajian tersebut sangat penting, mengingat perkembangan teknologi yang menyebabkan penggunaan ekonomi digital menjadi tak terhindarkan,” papar Erwin Riyanto. (Humas UGM/ Agung)