Negara berpenduduk muslim seperti Arab Saudi, Yordania, Turki, Bangladesh, Mesir, dan Malaysia menerapkan wakaf sebagai salah satu instrumen untuk mengatasi masalah kemiskinan. Namun, di Indonesia, masyarakat belum terlalu familiar dengan wakaf, terutama wakaf uang. Hal ini menjadi salah satu hal yang menjadikan pelaksanaan pengelolaan wakaf tunai di Indonesia masih banyak menemui kendala.
“Pelaksanaan pengelolaan wakaf tunai di Indonesia banyak menemui persoalan karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang memahami tentang pengertian wakaf selalu dikaitkan dengan wakaf tanah, banyaknya tanah wakaf yang terbengkalai karena tidak adanya dana untuk mengelola tanah wakaf tersebut serta adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap nadzir,” ujar Siti Muflichah, S.H., M.H., saat mengikuti ujian terbuka program doktor, Rabu (14/9) di Fakultas Hukum UGM.
Dalam perspektif Islam, wakaf dapat dipandang sebagai salah satu instrumen pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Meski istilah wakaf tunai baru muncul di tengah masyarakat dewasa ini, praktik ini sebenarnya telah ada sejak lama sebagai salah satu bentuk ibadah.
Pengelolaan harta wakaf mulai banyak dikembangkan untuk hal-hal yang bersifat produktif dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umat. Pola seperti ini telah lama dikembangkan di dunia Arab. Dengan mengaplikasikan wakaf tunai, negara-negara ini mampu membangun universitas dan membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswanya, seperti yang diterapkan oleh Universitas Al-Azhar Kairo, serta memanfaatkan hasilnya untuk membangun rumah sakit dan berbagai sarana umum. Karena itu, Siti pun menekankan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia.
“Potensi wakaf di Indonesia sangat besar dan dananya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif disamping kegiatan sosial. Prospek yuridis pelaksanaan wakaf tunai di Indonesia pun dapat dikatakan baik karena pemerintah telah memberi payung hukum atas kegiatan wakaf berupa UU No. 41 tahun 2004 dan PP No. 42 tahun 2006,” jelasnya.
Secara lebih spesifik, dalam disertasinya dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini meneliti pengaturan dan pelaksanaan wakaf tunai oleh Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet Dhuafa Jakarta. Dalam pengumpulan wakaf tunai, TWI melakukan strategi manajemen pengumpulan dana baik dengan kampanye melalui media elektronik, media massa, dan dakwah secara langsung kepada masyarakat.
Pengelolaan wakaf uang melalui TWI, menurut Siti, telah memberi manfaat kepada masyarakat. Namun, ia tetap menyarankan agar TWI melakukan perubahan paradigma wakaf dengan lebih meningkatkan pemanfaatan wakaf tunai untuk kegiatan yang produktif.
“Selama ini TWI belum banyak melakukan kegiatan wakaf tunai untuk kegiatan produktif karena masih didominasi oleh wakaf sosial yang bersifat konsumtif. Hal ini dilakukan agar sifat wakaf yang kekal dapat terwujud dan berkesinambungan,” ujarnya. (Humas UGM/Gloria)