Daya saing sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi yang masih rendah menjadi persoalan serius bangsa menghadapi era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karenanya, upaya peningkatan daya saing bangsa penting dilakukan. Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., menyampaikan bahwa salah satu upaya yang bisa dilakukan perguruan tinggi untuk meningkatkan daya saing adalah melakukan perubahan paradigma dalam pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UGM mengambil peran dalam upaya peningkatan daya saing sumber daya manusia dengan melakukan reorientasi akademik dari berorientasi riset menuju socio-enterpreneur university.
“Harus ada perubahan, publikasi tidak ada gunanya jika hasilnya tidak bisa diimplementasikan ke masyarakat. Melalui semangat socio-enterpreneur university kami tidak hanya fokus mengejar paten, namun juga komersialisasi produk riset inovatif untuk didistribusikan ke masyarakat,” katanya, saat menjadi salah satu pembicara pada acara “The 9th WTA University President’s Forum di Graha Widya Bhakti, PUSPIPTEK, Serpong, Rabu (21/9).
Kegiatan dihadiri puluhan peneliti dari berbagai perguruan tinggi dunia untuk berdiskusi dan bertukar informasi mengenai peran pendidikan tinggi dalam mendukung daya saing global berbasis pada kebijakan lokal. Turut hadir sebagai pembicara dalam acara itu antara lain Prof. Kyu Yong Song (Chungnam National University, Korea), Prof. Peter K Jeong (Bloomfield College, USA), Prof Kadarsh Suryadi (ITB), Prof. Marta Losada Falk (Antonio Narino University, Kolombia) dan lainnya.
Dwikorita menyampaikan berbagai pusat inovasi dikembangkan untuk menyiapkan produk riset unggulan UGM dalam bidang strategis seperti kesehatan, teknologi informasi, pangan, dan energi baru dan terbarukan. Selanjutnya, produk riset tersebut dihilirkan ke industri agar manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Untuk mendukung hal tersebut UGM mengembangkan teaching industry dan science techno park. Berbagai perubahan ini diharapkan bisa mendorong daya saing dan kemandirian bangsa,” jelasnya.
Berbagai produk riset unggulan telah dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat luas. Misalnya saja pengembangan sistem aplikasi terintegrasi dalam pengelolaan bus rapid transit di Indoensia seperti Trans Jakarta dan Trans Jogja. Selain itu, alat terapi bagi penderita hidroselafus yang telah diaplikasikan pada banyak pasien dari berbagai kota Indonesia.
Dwikorita menyebutkan membangun jejaring dan sinergi dengan dunia industri sangat diperlukan dalam upaya hilirisasi riset. Sayangnya, konektivitas antara perguruan tinggi dan industri di Indonesia belum terhubung dengan baik.
Sebelumnya, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Belmawa Kemristek dan Dikti RI), Prof. Intan Ahmad, Ph.D., berharap perguruan tinggi bisa menghasilkan berbagai inovasi yang dapat menggerakan roda perekonomian pembangunan nasional. Penguatan riset perlu dilakukan agar bisa menghasilkan berbagai produk penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Penelitian jangan sampai berhenti pada publikasi imliah saja, tetapi bisa menghasilkan inovasi untuk mendorong pembangunan bangsa,” katanya saat membuka “The 9th WTA University President’s Forum”.
Menurutnya, perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan yang memiliki potensi dalam menghasilkan riset inovatif yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hanya saja, belum banyak perguruan tinggi yang menghasilkan produk-produk inovasi siap untuk dihilirkan ke industri untuk didistribusikan ke masyarakat.
“Masih ada disparitas mutu di perguruan tinggi,” tuturnya
Intan Ahmad menyebutkan adanya kesenjangan atau disparitas mutu yang masih lebar antar perguruan tinggi di Indonesia menjadi tantangan yang masih dihadapi dunia pendidikan tinggi. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan, daya saing, dan penelitian yang dihasilkan.
“Disparitasnya besar, dari 250.000 dosen baru 25.000 (10%) yang bergelar doktor dan 5.000 (2%) bergelar professor. Hal ini tentunya berpengaruh pada hasil penelitian yang dilakukan,” tuturnya. (Humas UGM/Ika)