Sejumlah pakar dari berbagai bidang ilmu dari Universitas Gadjah Mada berpendapat terjadinya banjir bandang yang melanda Kabupaten Garut, Jawa Barat baru-baru ini bukan hanya akibat faktor alam. Terjadinya bencana juga dikarenakan perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai dengan kondisi alamnya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengatakan banjir bandang bisa terjadi karena daerah Garut layaknya sebuah mangkok. Kabuten Garut dikelilingi oleh tujuh gunung api, sehingga air bermuara pada suatu titik. Kondisi inipun diperparah dengan DAS Cimanuk yang mengalami pendangkalan.
“Curah hujan yang tinggi, dengan intensitas 255 milimeter, sementara sebelumnya juga terjadi hujan sehingga tanah mengalami kejenuhan menyerap dan terjadi pendangkalan dan penyumbatan saluran-saluran air,” ujar Dwikorita Karnawati, di ruang sidang pimpinan UGM, Senin (27/9).
Rektor mengingatkan fenomena banjir bandang dan longsor di Garut bisa terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu, beberapa pihak diminta untuk bersiaga dan mengantisipasi kemungkinan terjadi bencana serupa.
Hasil kajian yang dilakukan UGM dari berbagai bidang ilmu menyimpulkan tejadinya banjir dan tanah longsor di Garut karena faktor alam dan non-alam. Pemerintah, masyarakat dan beberapa pihak untuk selalu siap siaga dengan early warning.
“Tidak harus dengan alat tetapi bisa dengan human sensor atau dalam bahasa jawa sebagai “ilmu titen”. Sehingga meski tidak hujan, air sungai menjadi keruh dan muka air naik, sebaiknya mereka yang tingal di pinggir sungai menyingkir,” ungkap Rektor.
Sedangkan untuk mid term dan long term, bisa dilakukan peninjauan ulang tata ruang atau tata guna lahan. Selain itu, perlu diperhatikan pula alternatif kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam konteks pemanfaatan lahan.
Prof. Dr. rer.nat. Muh. Aris Marfa’i, M.Sc, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja Sama, Fakultas Geografi UGM mengatakan jika melihat Garut maka tidak lepas dari satu kesatuan yang termasuk ke dalam DAS Cimanuk. Garut yang berada di daerah hulu dari DAS Cimanuk dan dikelilingi beberapa gunung api menjadi pemicu terjadinya banjir longsor dan banjir.
“Fenomena Garut ini seperti mangkok, jika ada curah hujan besar maka seluruh air akan terakumulasi dalam satu aliran sungai,” katanya.
Sementara itu, Dr. Eng. Wahyu Wilopo, S.T., M.Eng, pakar geologi UGM, menjelaskan endapan tanah lepas atau lemah dari material vulkanik menjadi pemicu terjadinya longsor. Hal tersebut terjadi karena tingkat erosi yang cukup tinggi sehingga memudahkan terjadinya sedimentasi atau pendangkalan sungai.
“DAS, daerah aliran sungai Garut melampaui batasnya, kondisi ini diperparah dengan longsoran dan pendangkalan sungai sehingga mempercepat banjir bandang,” ungkap Wahyu. (Humas UGM/ Agung)