Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada bersama Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) kembali mengadakan Energy Talk 2016. Acara diadakan di Auditorium MM UGM pada Sabtu (1/10). Energy Talk merupakan bagian dari serangakaian kegiatan dari GeoWeek 2016. Selain Energy Talk, GeoWeek 2016 juga diadakan Wall Climbing Competition, Talkshow 2016, International Geomapping Competition, Lomba Cerdas Cermat Kebumian (LCCK), Seminar Nasional Kebumian ke-9 dan Gala Dinner.
Mengambil tema “Brighter Energy Future in Indonesia : Strategies and Opportunities in Overcoming Challenges”, Energy Talk 2016 menghadirkan para narasumber profesional dalam bidang energi. Para pakar yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut yakni Ahmad Yuniarto (Former Chairman Schlumberger Group Indonesia), Singgih Widagdo (GM Marketing Support & Analyst PT. Berau Coal), Moektianto Soeryowibowo (Exploration Director BP Indonesia), Luky Agung Yusgiantoro (Vice President Management Representative Pertamina JOB dan BOB SKK Migas), dan Marwan Batubara (Director Indonesia Resources Studies).
Energy Talk 2016 terbagi ke dalam 2 sesi yakni sesi pertama mengambil sub-tema “Peranan Perusahaan Migas dan Batubara dalam Ketersediaan Pasokan Energi di Indonesia” dan sesi kedua mengambil sub-tema “Politik Energi Indonesia”. Pada sesi pertama, Singgih selaku profesional pada bidang batu baru, menjelaskan terkait kebijakan batu bara saat ini. Singgih menceritakan bahwa sejak beberapa tahun belakangan Tiongkok dan India sebagai salah satu negera produsen batu bara terbanyak di dunia telah mengubah arah haluannya dari negara pengekspor menjadi pengimpor.
Hal itu tentu berbeda dengan Indonesia yang produksi batu baranya jauh di bawah Tiongkok dan India tetapi melakukan ekspor. Menurut Singgih, hal itu dikarenakan Tiongkok dan India akan memprediksi bahwa beberapa puluh tahun ke depan pasokan energi akan terganggu sehingga energi yang dihasilkan disimpan dan digunakan untuk kepetingan negara sendiri.
“Saya beranggapan masalah energi itu bukan hanya soal ketersedian energi tetapi persoalan storage,” jelas Singgih.
Sementara itu, Soeryowibowo menjelaskan hal-hal terkait energi gas di Indonesia. Ia menilai produksi energi gas Indonesia dapat dibilang cukup stabil. Produksi energi gas yang ada sebagian besar dialokasikan ke kebutuhan nasional dan membatasi ekspor. Soeryowibowo menuturkan bahwa Dewan Energi Nasional telah menampung aspirasi pemerintah yaitu pada tahun 2030 kebutuhan energi akan dibuat seimbang. “Jadi pemenuhan energi akan dibuat seimbang antara minyak, gas, batu bara, dan renewable energy,” ujar Soeryowibowo.
Menurut Soeryowibowo, saat ini kontribusi renewable energy masih sangat timpang. Kontribusi renewable energy seperti biotherm, angin, dan biomassa hingga saat ini masih sangat kecil. Meski begitu, Soeryowibow berharap kedepannya penggunaan renewable energy terus meningkat sehingga penggunaan energi minyak dapat ditekan. (Humas UGM/Catur)