Perikanan merupakan salah satu mata pencarian masyarakat sejak zaman dahulu. Di dunia terdapat 33 ribu spesies ikan dan sebanyak 38 juta nelayan menekuni pekerjaan ini. Sementara di Indonesia terdapat 2,4 nelayan dan 1 juta di India.
“Masing-masing menghasilkan 3 pekerja tambahan di bidang ini. Persoalannya mobilitas perikanan yg berubah membawa dampak pada ekologi, ekonomi dan sosial,” ujar Prof. Dr. Marteen Bavinck, di Auditorium Fakultas Geografi UGM, Selasa (4/10).
Memberi kuliah umum bertema “Social Science Centre for Maritime Research”, Guru Besar dari University of Amsterdam mengungkapkan kinerja sektor perikanan saat ini dianggap kurang sehingga banyak nelayan yang kemudian memutuskan meninggalkan pekerjaan ini.
“Mobilitas alamiah perikanan telah terjadi, ikan bermigrasi, manusia pun begitu, mengikuti mobilitas ikan yg lebih tinggi nilainya,” ujarnya.
Berbicara di hadapan mahasiswa UGM, Marteen Bavinck menjelaskan pada pertengahan abad ke-19, perikanan dunia menggunakan teknologi sederhana. Teknologi tersebut dipergunakan masyarakat nelayan di desa-desa terpencil dan miskin, sementara pasar masih terbatas karena rendahnya keterlibatan pemerintah di sektor ini.
Sementara itu, di Barat sejak tahun 1880 telah terjadi revolusi di bidang perikanan. Dilanjutkan pada tahun 1945-sekarang, revolusi terjadi karena penggunaan motorisasi dan teknologi pendinginan, fiber artifisial, dan alat-alat pencari ikan.
“Akibatnya sekarang tak ada wilayah laut yg belum terjamah. Kapal-kapal makin dalam mengeksplorasi laut dan pencarian ikan dilakukan di sepanjang pantai,” paparnya.
Selain itu, kata Marteen Bavinck, muncul tren globalisasi perikanan. Tren ini ditandai dengan adanya integrasi pasar international dan meningkatnya ekspor dan kemajuan-kemajuan fasilitas pascapanen.
Akibat terjadinya revolusi dan globalisasi menjadikan sektor ini menjadi sektor yang sarat dengan modal tinggi sehingga tidak mengherankan bagi beberapa pihak sektor ini merupakan peluang investasi.
“Pemerintah dan badan-badan internasional pun makin berminat pada perikanan dan mereka menerbitkan peraturan-peraturan baru. Di sisi lain terjadi peningkatan konflik antara pengusaha besar dan kecil, belum lagi krisis lingkungan yang timbul,” jelasnya.
Marteen menandaskan terjadinya mobilitas-mobilitas penting di bidang hukum, sosial dan lain-lain telah mengubah wajah perikanan dunia. Meski banyak sudut gelap di sektor ini, namun tetap ada banyak alasan untuk tetap mempertahankan sektor ini.
“Laut dan perikanan adalah sumber daya sosial dan ekonomi yang penting. Kita harus lebih memperhatikan mobilitas-mobilitas yang dengan segala konsekuensinya untuk jangka waktu lama dan disinilah peran generasi muda sangat dibutuhkan,” tandas Marteen Bavinck. (Humas UGM/ Agung)