Perubahan paradigma pelayanan administrasi publik di pemerintahan perlu diubah, dari sebelumnya hanya melayani kepentingan negara menjadi pelayan masyarakat yang berorientasi pasar. Pasalnya, masih banyak aparatur negara dan birokrat yang masih belum melaksanakan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal itu dikemukakan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam pembukaan Konferensi Internasional IAPA (Indonesian Association for Public Administration) di University Club (UC) UGM, Kamis (6/10).
Menurut Sri Sultan, perubahan paradigma pelayanan administrasi publik di tingkat pemerintahan baik pusat dan daerah sudah saatnya memperhatikan aspek aspirasi masyarakat melalui dinamika perkembangan masyarakat digital. Aspirasi masyarakat bisa menjadikan acuan dalam merumuskan kebijakan. Akan tetapi, perubahan pelayanan administrasi publik harus lebih terbuka, fleksibel, ramping dan bersifat rasional. “Harus mampu melayani bukan dilayani, terbuka untuk semua orang bukan segelintir orang,” kata Sri Sultan dalam pidato yang dibacakan oleh Kepala Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah DIY, Benny Suharsono.
Sri Sultan menerangkan pemerintah melalui aparatur negara sudah saatnya harus mampu mengikuti dan merespons segala dinamika yang terjadi di masyarakat sehingga peran administrasi publik sebagai sebagai instrumen menyejahterahkan masyarakat bisa tercapai.
Namun untuk bisa menyerap semua aspirasi masyarakat, imbuhnya, pemerintah menempatkan masyarakat sebagai subjek bukan sebagai objek pembangunan. Bahkan, masyarakat dan pemerintah, kata Sri Sultan, juga bisa saling bersinergi untuk mencapai hasil pembangunana yang lebih maksimal. “Namun, tanpa peran pemerintah pembangunan tetap tak bisa jadi tidak teratur dan terarah,”katanya.
Rektor UGM, Dwikorita Karnawati, mengatakan peran masyarakat digital saat ini sangat berperan dalam meningkatkan fungsi administrasi publik di pemerintahan. Menurutnya, dibutuhkan langkah strategis pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan publik. “Pimpinan negara kita selalu menekan segala sesuatu harus dipercepat, saya kira peningkatan kualitas dan kecepatan perlu diperhatikan agar kita tidak tertinggal dari Malaysia, Singapaura apalagi sampai disalip Vietnam,” katanya.
Prof Mark Evans dari Institute for Governance and Policy Analysis (IGPA) University of Canberra, Australia, mengatakan peran pemerintah, politisi, dan partai politik sangat berpengaruh dalam meningkatkan tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat pada proses demokratisasi di sebuah negara. Ia mencontohkan kondisi di Australia saat ini mengalami periode penurunan kepuasan masyarakat terhadap demokrasi sejak 2007 lalu. Berdasarkan survei opini publik yang dilakukan lembaganya, tingkat kepuasan demokrasi telah menurun terus di setiap pemerintah dari 85,6% pada tahun 2007 di era Howard, lalu menurun menjadi 71,5% di 2010 di era Kevin Rudd, 61,7% pada tahun 2013 di era Abbott dan 58% Maret 2016 di bawah Malcolm Turnbull. Menurutnya, penurunan ketidakpuasaan masyarakat pada demokrasi dapat diindikasikan dari tingkat partisipasi politik, keselarasan partisan dan kepercayaan pada politisi dan lembaga-lembaga politik yang telah mencapai titik nadir. (Humas UGM/Gusti Grehenson)