Pengaruh asap rokok pada penderita Rinitis Alergi Persisten ditengarai prevalensinya makin meningkat, namun belum mendapat perhatian. Apalagi, jumlah penduduk yang merokok dari tahun ke tahun makin bertambah. Saat ini, diperkirakan jumlah penduduk yang terpapar rokok di lingkungan rumah mencapai 97 juta jiwa, padahal asap rokok sangat berbahaya karena mengandung lebih dari 5000 bahan kimia yang bisa menginhibisi produksi sitokin berupa akrolein.
Meski rinitis alergi pada dasarnya merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan namun pengaruh lingkungan lewat perubahan suhu, kelembaban, alergen serta polusi udara salah satu adalah asap rokok. Namun demikian, penelitian mengenai pengaruh asap rokok pada penderita rinitis alergi persisten belum pernah dilaporkan di Indonesia.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Riau (UNRI), dr. Roy David Sarumpaet, Sp.THT-KL, melakukan penelitian untuk mengetahui dampak asap rokok terhadap gejala rinitisi alergi, kualitas hidup dan respons imun seluler penderita rinitis alergi persisten. Penelitin ini melibatkan 63 penderita rinitis alergi persisten stadium sedang dan berat yang dibuktikan dengan tes alergi. Selanjutnya, 63 orang ini dibagi dua kelompok. “Kelompok pertama terdiri 32 orang dipaparkan asap rokok dari 5 batang rokok selama 2 jam dalam suatu ruangan. Lalu 31 orang lainnya, penderita lainnya tanpa paparan asap rokok,” kata Roy dalam ujian terbuka promosi doktor di FK UGM, Selasa (11/10).
Roy David Sarumpaet menambahkan pengukuran sitokin dilakukan dengan teknik Elisa menggunakan reagen Quantikine. Hasilnya, paparan asap rokok selama 2 jam ternyata tidak menyebabkan perubahan respons imun seluler, kualitas hidup serta gejala klinis alergi bila dipaparkan pada penderita rinitis alergi persisten.
Menurutnya, riset yang dilakukannya masih penelitian awal sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil maksimal dimana penderita rinitis alergi persisten perlu mendapat paparan alergen yang cukup. “Supaya dapat terjadi kondisi yang dapat dipacu peningkatan sitokinnya oleh paparan asap rokok yang mengandung akrolein,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)