Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan transfer pengetahuan menjadi semakin mudah. Hal ini membuat generasi muda mulai meninggalkan buku-buku fisik dan mulai beralih ke e-book yang bisa diakses di mana saja secara online. Karena itu, dalam era digital ini, fungsi perpustakaan sebagai penyedia layanan informasi dan pengetahuan pun berubah.
“Perpustakaan harus berubah paradigma menjadi berbasis teknologi dan lebih mengembangkan diri, agar sebagai sumber pembelajaran perpustakaan tetap menjadi tulang punggung bangsa dalam memperoleh pengetahuan dan memperdalam keilmuan,” ujar Wakil Rektor UGM Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D, dalam Semiloka Kepustakawanan Indonesia 2016, Kamis (13/10) di Perpustakaan UGM.
Mewakili Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Prof. Ainun Na’im, Ph.D, M.B.A., dalam sesi utama seminar ini ia menyampaikan keynote speech mengenai kebijakan Kemristekdikti dalam mendukung pengembangan perpustakaan perguruan tinggi yang berkualitas.
Perpustakaan, menurutnya, menjadi salah satu pilar penting bagi penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, sudah seharusnya perguruan tinggi menaruh perhatian penting bagi pengelolaan dan pengembangan perpustakaan, baik dari segi ketersediaan buku, akses ke jurnal ilmiah internasional, penerapan teknologi, serta sumber daya manusia pustakawan yang handal.
“Yang bisa membuat kita pintar, membuat bangsa ini keluar dari kebodohan adalah perpustakaan. Tantangan pustakawan saat ini adalah apakah dia bisa berdiri dan mengatakan kepada para akademisi bahwa apa yang menjadi kebutuhan mereka bisa ditemui di perpustakaan,” paparnya.
Kualitas dari perpustakaan di sebuah perguruan tinggi, lanjutnya, memiliki peranan penting dalam menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dengan menyediakan referensi-referensi yang relevan untuk mendukung kebutuhan riset.
“Saat ini publikasi riset kita masih kalah jauh dibandingkan negara-negara lain. Padahal, kemartabatan keilmuan Indonesia bisa dilihat hanya dari publikasi,” imbuhnya.
Senada dengan hal ini, Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Drs. Muh. Syarif Bando, M.M., menyampaikan pentingnya pemahaman konsep baru dalam kepustakawanan yang mampu mengakomodasi perubahan zaman.
“Kita harus keluar dari konsep yang mengungkung kita untuk tidak mau berubah. Apa yang salah, mari kita kupas dan sama-sama perbaiki,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, ia menyampaikan materi terkait strategi PNRI dalam meningkatkan mutu dan daya saing pustakawan Indonesia. Ia menyebutkan persoalan kualitas tenaga kerja yang masih menjadi salah satu persoalan penting di Indonesia. Secara khusus terkait tenaga pustakawan, Indonesia masih kekurangan tenaga pustakawan yang berlatar ilmu perpustakaan. Padahal, kemampuan dan keterampilan pustakawan menjadi hal yang penting bagi keberlangsungan dan kemanfaatan suatu perpustakaan, termasuk dalam memahami kebutuhan dari masyarakat di mana perpustakaan tersebut berada.
“Buku yang disukai di Kalimantan dengan di Jogja pasti berbeda, karena potensi dan kebutuhan di daerah itu pun berbeda. Kita sebagai pustakawan harus mengerti akan hal ini,” ujarnya.
Karena itu, ke depan diperlukan peningkatan pendidikan formal ataupun non-formal di bidang perpustakaan. Dengan demikian, diharapkan perpustakaan dapat menjalankan perannya sebagai penunjang dalam mencapai tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. (Humas UGM/Gloria)