Saat ini, agama kerap menjadi sumber utama beberapa konflik kekerasan, pengucilan dan kesalahpahaman. Hampir setiap pekan, konflik antara orang-orang beragama atau lembaga muncul dalam berita utama media massa. Akan tetapi, keberadaan agama juga dapat menjadi katalis tercapainya perdamaian dan kehidupan yang harmoni, rekonsiliasi hingga keadilan sosial. Pada saat yang sama, posisi negara sebagai pemangku kebijakan terkait agama turut berperan penting dalam mengelola dan mengatur kehidupan keberagaman. Berangkat dari keprihatinan terhadap permasalahan kehidupan keberagaman tersebut, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Departemen Agama Republik Indonesia (Depag) mengadakan “International Symposium of Religious Life (ISRL) 2016: Managing Diversity, Fostering Harmony” di Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta pada 5-7 Oktober 2016. ISRL 2016 dihadiri lebih dari 100 peserta dari berbagai latar belakang dan negara. Para peserta yang hadir dalam simposium tersebut diantaranya dari kalangan peneliti, aktivis, pembuat kebijakan, dan sarjana bidang keagamaan.
Hadir sebagai pembicara kunci dalam simposium yakni Prof. Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), Prof. Robert W. Hefner (Boston University), dan Prof. Gamal Farouq Jibril (Universitas Al-Azhar, Kairo) yang menyampaikan ide dan wawasan mereka dalam menanggapi isu kebergamaan.
Sebelumnya, para peserta dipilih secara ketat berdasarkan abstrak yang telah dibuat. Tercatat ratusan abstrak telah dikirim tidak hanya dari Indonesia melainkan juga dari berbagai negara di dunia. Tiga pelajar CRCS diundang untuk menjadi peserta dalam forum ini yakni Azis Anwar Fachruddin yang menyampaikan makalahnya berjudul “Kepercayaan Adat Indonesia dan Konstruksi modern Agama” yang menantang paradigma “agama-agama dunia” dalam membangun definisi agama di Indonesia. Selanjutnya, Ali Ja’far yang menyampaikan makalahnya berjudul “Mempromosikan Toleransi Keagamaan melalui Wisata Religius: Mengelola Konflik Agama dan Etno-Politik di Tuban” yang mencoba memberikan perspektif alternatif dari segi pariwisata sebagai “dialog of hand” (langkah-langkah praktis) dalam rekonsiliasi konflik etno-religius dan politik. Terakhir, M. Rizal Abdi yang membahas masalah negosiasi ruang dan tempat dalam studi ziarah yang disajikan dalam makalah berjudul, ” Tembayat Pilgrimage as Space of Harmony: Exchanging Symbols, Negotiating Spaces”
Selain tiga mahasiswa tadi, tujuh alumni CRCS juga mengambil bagian dalam simposium: Achmad Zainal Arifin (2000), dosen di Program Sosiologi di UIN Sunan Kalijaga; Erik Sabti Rahmawati (2001), dosen di Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim; Ubed Abdillah (2001), Dosen Pendidikan Umum di Buddhi Dharma Universitas Tangerang; Elis Z. Anis (2001), Pengembangan Eksekutif Keuangan di Consortium Indonesian Studi Agama (ICRS); Al Khanif (2004), dosen dan direktur Lembaga Penelitian Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum, Universitas Jember Indonesia; A. Syamsu Madyan (2004), dosen Studi Islam di Graduate School of Unisma Malang; dan Achmad Fawaid (2012), dosen IAI Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Simposium ini dapat membantu mahasiswa dalam menemukan gagasan mutakhir dalam penelitian studi agama.”Masalah-masalah yang diuraikan di dalam pleno dan diskusi panel tampak seperti versi panjang dari diskusi kita sehari-hari di dalam kelas CRCS,” kata Ja’far, Senin (18/10).
Partisipasi sepuluh mahasiswa dan alumni CRCS dalam simposium internasional ini tidak hanya menunjukkan bagaimana track record luar biasa dari akademik CRCS dalam studi agama. Akan tetapi, hal itu juga menunjukkan upaya yang bersifat kontinu dari keluarga besar CRCS dalam membangun jembatan di dunia keanekaragaman.
Simposium tersebut diharapkan dapat menawarkan kesempatan untuk lahirnya ide-ide baru dalam mengembangkan studi agama serta berbagai format baru untuk mencapai kehidupan beragama yang harmonis dalam masyarakat plural. “Sebagai Kementerian Agama, kami berharap bahwa simposium ini mungkin memberikan rekomendasi untuk melaksanakan visi keanekaragaman Indonesia,” kata Prof. Dr. Phil. Amin Kamaruddin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, mewakili Menteri Agama.(Humas UGM/Catur)