Sebanyak kurang lebih 250 penyandang disabilitas dari 7 kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman, yaitu dari Kecamatan Mlati, Seyegan, Minggir, Godean, Tempel, Turi, Sleman mendapatkan pelayanan Jamkesus (Jaminan Kesehatan Khusus) di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (RS UGM). Pelayanan terpadu Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Pemda DIY, kabupaten / kota, bekerjasama dengan pemberi jasa pelayanan setempat dan berbagai stakeholder peduli disabilitas berlangsung selama 2 hari, 17 dan 18 Oktober 2016.
“Kegiatan kali ini sudah yang ke-13 dan 14 kalinya yang diselenggarakan di tahun 2016. Ini merupakan implementasi dari Perda DIY No. 4 tahun 2012 dan Peraturan Gubernur No. 51 tahun 2013 tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Harapannya supaya dapat membantu penyandang disabilitas untuk mengatasi keterbatasan yang dialami,” ujar Prof. dr. Arif Faisal, Sp.Rad(K).,DHSM, Direktur Utama RS UGM, Senin (17/10).
Dalam kegiatan ini, pelayanan yang diberikan meliputi penerbitan rekomendasi Dinas Sosial, penjaminan Jamkesos, layanan Rehabilitasi Sosial, pemeriksaan kesehatan oleh perawat, dokter umum, serta dokter spesialis rehabilitasi medik, anak, mata, jiwa, orthopedi dan THT. Setelah dilakukan pemeriksaan, para penyandang disabilitas mendapatkan alat bantu yang dibutuhkan sesuai dengan rekomendasi medik, seperti kursi roda, kaki tangan, kaca mata, alat bantu dengar, dan lain-lain.
Untuk kelancaran kegiatan ini disiapkan pula 40 armada yang membantu antar-jemput transportasi para penyandang disabilitas. Armada-armada yang memudahkan ini merupakan sumbangan dari LSM dan pihak-pihak yang terpanggil dan peduli penyandang disabilitas.
Drg. Inni Hikmatin, M.Kes, Kabid Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan DIY, mengatakan Jaminan Kesehatan Khusus (Jamkesus) merupakan pengembangan program yang di tingkat pusat (JKN Pusat) belum ada. Menurutnya, undang-undang No 36 tentang Kesehatan mengamanatkan bila pelayanan kesehatan juga diberikan kepada mereka yang berkebutuhan khusus.
“Salah satunya adalah untuk teman-teman disabilitas. Disabilitas itu kan pelayanan yang butuh lebih spesifik, baik bagaimana itu soal rehabnya, selain itu layanan harus disesuaikan agar disabilitas mendapatkan manfaat sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.
Sementara itu, Agus Priyanto, SKM., M.Kes, Kepala Seksi Pemeliharaan Kesehatan, Jamkesos DIY, merasa bersyukur dengan kelangsungan program pendekatan akses kesehatan untuk disabilitas. Karena secara spesifik, jika menggunakan cara-cara reguler (rujukan biasa) maka penyandang disabilitas harus bolak-balik untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
“Pertama, datang ke kelurahan, lanjut ke Dinas Sosial kabupaten, Dinas Kesehatan provinsi, Puskesmas, Jamkesos dan seterusnya. Bayangkan, ada 9 kali tahapan dilakukan, saya kira untuk orang yang normal saja sangat melelahkan,” kata Agus Priyanto.
Menurut Agus, dalam perkembangan kegiatan Jamkesus, ini para penyandang disabilitas tidak hanya mendapatkan layanan medis, namun juga pemberdayaan ekonomi. Dalam kegiatan ini juga dilakukan rehabilitasi sosial dan mereka akan dilatih setahun gratis berbagai keterampilam seperti beternak, menjahit, komputer, musik dan lain-lain.
“Pelatihan dilakukan di Pundong, Bantul, karena disana ada Balai besar yang siap dengan segala pelatihannya. Oleh karena itu, kedepan diharapkan keterlibatan dari Dinas Tenaga Kerja yang menyediakan lowongan kerja untuk disabilitas,” tuturnya.
Agus menyitir data WHO yang menyatakan terdapat 3 persen penduduk di DIY penyandang disabilitas, yaitu sebesar 105 ribu. Dari sebanyak 105 ribu, sekitar 3 persen atau 30 ribu tergolong miskin.
“Yang miskin ini dimasukkan dalam SK Gubernur sebagai peserta Jamkesus. Terbanyak ada di Gunung Kidul, Bantul dan Sleman. Bantul sudah melakukan kegiatan ini 4 kali, Gunung Kidul 2 kali, Kulon Progo 3 kali, Sleman ini yang ketiga, Kota 4 kali dan hampir semua sudah melakukan secara rutin kegiatan Jamkesus”,”katanya. (Humas UGM/ Agung)