Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir penerimaan pajak di Indonesia masih sangat rendah. Selain penerimaan pajak nasional yang belum optimal, rasio pajak juga mengalami penurunan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
“Penerimaan pajak kita dalam beberapa tahun terakhir jauh di bawah target. Kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan hartanya masih rendah sehingga membuat rasio pajak menjadi kecil,” katanya, Kamis (20/10) saat menyampaikan keynote speech dalam seminar “What Motivates Tax Compliance?” di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Sri Mulyani menyebutkan regulasi perpajakan yang rumit menjadi salah satu penyebab rendahnya kepatuhan pajak masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah akan melakukan perbaikan regulasi perpajakan.
“Kita lakukan amandemen RUU Undang-Undang Perpajakan (KUP) dan RUU Pajak Penghasilan (Pph). Regulasi pajak kita perbaiki supaya tidak menciptakan kompleksitas dan bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” paparnya.
Sementara itu, dari sisi administrasi pajak, pemerintah mendorong perbaikan pada Direktorat Jendral Pajak (DJP). Dengan membangun dan memperkuat profesionalisme dan integritas sumber daya manusia dalam pelayanan perpajakan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan kemudahan dalam pembayaran, pelaporan, serta akses infromasi perpajakan berbasis pada teknologi informasi.
“Untuk meningkatkan rasio pajak, pemerintah menetapkan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak),” tuturnya.
Seperti diketahui, pemerintah memasang target penerimaan pajak sebesar Rp.1.495,9 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017. Jumlah tersebut, sebanyak Rp1.271,7 triliun berasal dari pajak non migas. Sementara itu, sisanya bersumber dari kepabeanan dan cukai sebanyak Rp.191,2, triliun dan PPH Migas Rp.33 triliun.
Dalam seminar tersebut turut menghadirkan sejumlah narasumber lainnya. Diantaranya Prof. James Alm, Ph.D., President of Southern Economic Association, USA., dan Prof. Bambang Riyanto, Ph.D., serta Dr. Arti Adji yang merupakan dosen FEB UGM.
Prof. James Alm dalam kesempatan itu lebih banyak menyampaikan strategi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Menurutnya, kepatuhan wajib pajak sangat bergantung pada pemahaman dan motivasi individu maupun perusahaan untuk memutuskan membayar atau tidak membayar pajak.
Kendati demikian, terdapat sejumlah cara yang dapat diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan dan memotivasi wajib pajak. Salah satunya, dengan deteksi dan pemberian sanksi. Cara lain bisa ditempuh dengan perbaikan dalam administrasi pajak yaitu menyediakan layanan yang lebih simpel dan mudah bagi wajib pajak dalam membayar pajak.
“Pemerintah pun harus mampu membangun kepercayaan dan meyakinkan masyarakat bahwa pajak yang dibayarkan dapat dikelola dengan baik,” jelasnya.
Sementara itu, Prof. Bambang Riyanto menyoroti tentang dampak struktur tarif cukai rokok terhadap tingkat kepatuhan cukai rokok pada industri rokok di Indonesia. Dari hasil survei tentang cukai rokok ilegal yang dilakukan UGM memperlihatkan adanya ketidakpatuhan industri rokok terhadap pelekatan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah.
“Ketidakpatuhan ini diperkirakan karena adanya pengaruh struktur tarif cukai rokok Indonesia yang rumit terdiri dari 12 tingkatan tarif,” ujarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Bambang bersama Dr. Arti Adji dan Dr. Elan Satriawan dari FEB UGM menunjukkan bahwa industri rokok cenderung melakukan kecurangan yang lebih besar dalam kondisi struktur tarif cukai yang rumit. Sebaliknya, kecurangan minim dilakukan dalam kondisi struktur tarif cukai sederhana.
Menurutnya, kedepan penting untuk dilakukan penyederhanaan struktur tarif cukai seperti dinyatakan dalam roadmap industri hasil tembakau. Isu keadilan dapat diakomodasi dengan jalan menerapkan tarif cukai menengah sehingga tidak mematikan industri rokok kecil. (Humas UGM/Ika)