Bisnis saat ini sangat menantang, usia keberlangsungannya bisa sangat pendek. Maka tidak mengherankan, bila banyak bisnis-bisnis yang dikenal, namun dalam hitungan bulan kemudian menghilang.
Oleh karena itu, bisnis yang sustainable menjadi tantangan. Dengan begitu, munculnya kesadaran menyeimbangkan antara motivasi untuk profit dan menjaga lingkungan (environment) menjadi salah satu kunci sukses berbisnis.
Demikian dikatakan Dr. Syahrial Mukhtar, Vice President Stakeholder Relation PT. Pertamina (Persero), saat memberi pembekalan lulusan Program Pascasarjana UGM Periode I tahun akademik 2016/ 2017, belum lama ini.
Menurut Syahrial Mukhtar, hadirnya digital ekonomi memberi pengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi. Digital ekonomi memang lagi menjadi tren, sebagai driver untuk pertumbuhan ekonomi.
Dengan digital ekonomi, semua tersambung secara inter konektif. IT membuat semua terhubung, bahkan menjadikan semua bisnis sudah menggunakan itu, seperti e-commerce. Sementara itu, dalam dunia pendidikan menggunakan e-gov dan di dunia kedokteran menggunakan medical record.
“Semua bisa diakses dengan cepat. Ditambah lagi adanya sharing ekonomi menjadikan banyak terjadi pergeseran pandangan. Karena ternyata aset-aset bisa dibikin lebih produktif, lebih baik melalui adanya agregator yang mencoba menemukan antara demand site dan supplay site. Fenomena itu bisa kita lihat dengan munculnya GOJEK, UBER dan lain-lain,” jelasnya.
Terkait MEA, kata Syahrial, dampaknya bagi ekonomi perlu dicermati. Karena bagaimanapun, MEA sesungguhnya bisa dilihat dari dua sisi, sebagai peluang atau justru ancaman.
“Tentu saja kita melihat sebagai peluang, makanya kita harus siap dengan segala kapasitas yang dimiliki. Ini fenomena yang mau tidak mau harus dicermati,” tuturnya.
Untuk itu, Syahrial mengingatkan kepada lulusan Pascasarjana UGM bahwa selama kuliah di kampus, mahasiswa lebih banyak mendapat hard skill dibanding soft skill. Sementara keberhasilan di dunia kerja atau perusahaan lebih ditentukan aspek soft skill.
“Dalam dunia kerja yang sangat dipentingkan adalah soft skill. Soft skill adalah modal utama untuk suksesnya seseorang, karena tidak lebih dari 20 persen saja ilmu yang didapat di kampus nantinya bisa ke pakai,” paparnya.
Syahrial, alumnus Magister Manageman UGM 1988-2000, berpandangan sebagian besar tuntutan dalam dunia kerja adalah soft skill. Karena faktor inilah yang menentukan seseorang menjadi leaders dan mampu memimpin.
Bahkan, dengan soft skill yang dimiliki akan mengantarkan seseorang menjadi tranformer sebagai pelaku perubahan. Beberapa soft skill yang didalam perusahaan kemudian diwujudkan adalah values perusahaan.
“Values ini, adalah nilai-nilai soft skill yang menentukan keberhasilan perusahaan dalam menghadapi tantangan di dunia bisnis. Ada tiga values yang harus kita cermati agar kita berhasil integritas, kreatifitas dan diversiti,” ungkapnya.
Hal sama di sampaikan Dr. Supriyatno, MBA, Direktur Bank Jateng. Sebagai pembicara kedua dalam memberi pembekalan, alumnus FEB UGM tahun 1983 ini sepakat bila soft skill menjadi faktor kunci keberhasilan seseorang dalam berbisnis atau dunia kerja.
“Indeks Prestasi tidak terlalu menentukan dibanding soft skill. Seperti soft skill bermain musik yang saya miliki, ini telah menjadi bukti,” ungkap Supriyatno. (Humas UGM/ Agung)