Hubungan antara ilmu pengetahuan, seni dan perubahan mungkin sudah jelas terlihat. Ilmu pengetahuan dan seni secara umum dianggap sebagai kekuatan untuk berubah baik ke dalam maupun keluar. Perubahan revolusioner sepanjang sejarah umat manusia sebagian besar terjadi karena penemuan-penemuan sains. Kreatifitas manusia dalam bidang seni sering menginspirasi ilmu pengetahuan yang berujung pada perubahan pada tatanan sosial dan ekonomi. Tarian, nyanyian, alat musik, bahkan makanan merupakan contoh yang merefleksikan tata cara kehidupan yang unik dalam banyak masyarakat.
Tetapi, hubungan antara ilmu pengetahuan, seni, dan perubahan sering ambigu pada tujuan dan asalnya. Satu sisi, ilmu pengetahuan dan seni dapat menjadi subjek atau kekuatan untuk mengubah tata kehidupan masyarakat dalam memproduksi dan mengonsumsi makanan, menciptakan rasa aman, menyingkirkan batasan dalam pergerakan, dan membuat batasan-batasan baru serta pola hubungan antara “kita” dan “mereka.” Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan seni bisa juga digunakan sebagai alat untuk mempertahankan status quo atau mencegah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan dan mempromosikan transformasi yang diinginkan.
Sayang, jarak antara ilmu pengetahuan dan seni pada satu pihak dan dunia yang praktis sering tidak jelas batasannya. Bahkan, pihak kepolisian sering tidak diberitahu adanya temuan-temuan penelitian penting ini, sehingga ilmuwan dan seniman sering tidak bisa mendefinisikan relevansi dari hasil karya mereka dengan kebutuhan-kebutuhan nyata.
“Karena itu, kami mengadakan konferensi ini dengan keyakinan bahwa kerja sama kreatif antar berbagai bidang ilmu, disiplin ilmu, dan konteks dapat membawa pencerahan bagi kita,” kata Prof. Ir. Suryo Purwono, M.A.Sc., Ph.D, Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, Rabu (26/10) saat membuka kegiatan 8th International Graduate Students and Scholar Scholars’ Conference in Indonesia (IGSSCI) Graduate School, di UGM.
Beberapa pakar memberikan sumbangsih pemikiran dalam kegiatan 8th International Graduate Students and Scholar Scholars’ Conference in Indonesia (IGSSCI) Graduate School. Diantaranya, Dr. Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyampaikan makalah “Aspirasi Kedamaian-berkeadilan dalam Seni and Kesusateraan Indonesian Art: Membaca Karya-karya Pramoedya Ananta Toer”. Selain itu, Prof. Dr. Sudibyakto (Magister Manajemen Bencana, Sekolah Pascasarjana UGM) dan Elizabeth Inandiak (Institut Français d’Indonésie), Dr. Chan Chee Ming, dari Centre for Graduate Studies, Universiti Tun Hussein Onn, Malaysia, Dr. Dicky Sofjan (ICRS, Sekolah Pascasarjana, UGM dan Prof. Dr. Tomas Lindgren (Professor Social Psychology, Umea University, Sweden)
Dr. M. Iqbal Ahnaf, selaku Ketua Panitia, menyatakan konferensi berlangsung selama dua hari, 26-27 Oktober 2016 di Sekolah Pascasarjana UGM. Konferensi menampilkan berbagai makalah yang memberikan (potensi) sumbangan kepada perubahan-perubahan dalam lingkup yang lebih luas.
Disamping topik mengurangi kemiskinan, disampaikan pula topik-topik lain seperti melestarikan lingkungan, menyelesaikan konflik, menyembuhkan penyakit, dan membangun masyarakat yang adil dan setara. Penelitian-penelitian dalam bidang sosial dan sains tersebut, menawarkan pencerahan yang memungkinkan ilmu pengetahuan dan seni dipengaruhi perubahan dalam konteks yang berbeda, menggali perbincangan antara ilmu pengetahuan dan pembuatan keputusan serta sektor-sektor yang sedang berkembang sehingga bisa menunjukkan apa yang bisa dilakukan untuk menjembatani jarak yang ada.
“Dalam konferensi ini, kami membutuhkan makalah yang mengacu pada aspek-aspek hubungan dialektikal antara ilmu pengetahuan, seni, dan perubahan sesuai topik yang kami usung , respon ilmu pengetahuan, seni dan perubahan terhadap krisis manusia,” ujarnya. (Humas UGM/ Agung)