Menyemarakkan rangkaian Dies Natalis ke-47, Fakultas Peternakan UGM menggelar Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Peternakan Tropik. Simposium berlangsung di Auditorium Drh. R. Soepardjo Fakultas Peternakan UGM, Kamis (3/11). Simposium mengangkat tema “Pengembangan Peternakan Berbasis Plasma Nutfah dan Kearifan Lokal Mendukung Agroteknolgi Berkelanjutan”.
Beberapa pakar hadir sebagai narasumber dalam simposium ini, diantaranya Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI. Hadir pula, Bupati Brebes, Ketua HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia), Ketua Departemen Pemuliaan dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan UGM/Ketua Center of Exellence.
“Simposium ini sengaja diadakan untuk menyediakan forum akademik bagi para pemikir, peneliti, dosen dan mahasiswa untuk bertukar gagasan dalam memajukan dunia peternakan di Indonesia khususnya,” ujar Andriyani Astuti, S.Pt., M.P., Ph.D, ketua panitia simposium.
Menurut Andriyani, peternakan tropik sengaja diangkat sebagai tema simposium, karena tema ini mengandung peluang sekaligus tantangan bagi industri peternakan di kawasan tropik. Terjadinya pemanasan global dan peningkatan jumlah penduduk secara otomatis meningkatkan permintaan pangan, termasuk pangan hasil ternak.
Sementara itu, saat ini produktivitas ternak tropik belum mampu mengimbangi permintaan yang semakin meningkat. Banyak faktor berpengaruh dalam menentukan produktivitas ternak tropik.
“Karena itulah, penting sekali forum akademik ini diselenggarakan untuk menghimpun berbagai gagasan dan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan para akademisi dan peneliti untuk selanjutnya dirumuskan formula ideal pengembangan peternakan tropik,” katanya.
Simposium diharapkan menghasilkan rumusan pengembangan plasma nutfah ternak tropik dan pola sinergitasnya dengan para stakeholders. Selain itu, dapat membantu menciptakan kecukupan pangan hasil ternak di masa yang akan datang. Apalagi, mengingatb Indonesia sebagai negara tropis kaya sumber daya genetik hewan tropik dan telah mengalami adaptasi yang sangat baik selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad lamanya.
“Sayang, potensi tersebut semakin hari semakin tersingkirkan akibat kemajuan pesat industrialisasi usaha ternak berbasis bibit impor yang dipandang lebih produktif dan efisien dibanding ternak lokal. Beberapa breed ternak lokal asli Indonesia terancam punah sedangkan perhatian akan upaya konservasi, penelitian pengembangan dan komersialisasi pun sangat terbatas,” imbuhnya.
Andriyani sangat berharap berbagai pihak terkait (pemerintah, akademisi, peneliti, pelaku usaha, peternak) untuk mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan segala daya untuk konservasi dan pengembangan plasma nutfah tropik secara bijak. Dengan keseriusan ini, Fakultas Peternakan UGM sangat berharap setidaknya 5 hingga 10 tahun kedepan plasma nutfah ternak tropik mendapatkan tempat dan prioritas dalam penelitian dan pengembangannya.
“Oleh karena itu, simposium nasional penelitian dan pengembangan ternak tropik akan diagendakan secara rutin setiap tahun,” papar Andriyani. (Humas UGM/ Agung)