Dr. Sir Allamah Muhammad Iqbal sebagai penulis buku “Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam” menduduki posisi yang krusial dan fenomenal dalam perkembangan Islam di dunia modern. Apalagi dalam konteks atributnya sebagai filosof Muslim abad 20, ia menjadi sesuatu yang sangat langka dalam konteks Islam Modern.
Selain sebagai pemikir, ideolog, politisi, pengacara, Muhammad Iqbal adalah seorang penyair. Ia merupakan legenda yang tak akan pernah habis dibicarakan, dan dari karya-karyanya ia telah meninggalkan banyak sekali catatan pemikiran.
“Menyitir pendapat A. Mukti Ali, sosok Muhammad Iqbal memang fenomenal. Lebih dari siapa pun, Iqbal telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang dapat menjadi bekal individu-individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban Barat yang materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik,” ujar Syarif Hidayatullah, M.Ag., M.A., di Auditorium Notonegoro, Fakultas Filsafat UGM, Rabu (9/11) saat berlangsung bedah buku “Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam” karya Dr. Sir Allamah Muhammad Iqbal.
Dalam pandangan Syarif Hidayatullah, jika diterapkan maka konsep-konsep filosofis Iqbal memiliki implikasi-implikasi kemanusiaan dan sosial yang luas. Karena itu menjadi hal yang wajar, bila kemudian banyak karya-karya Muhammad Iqbal, puisi dan prosa, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, tak terkecuali bahasa Indonesia.
Begitu kompleks pemikiran Iqbal, sehingga belum ada satu pakar pun yang sanggup merekonstruksi pemikirannya secara komprehensif. Bahkan, yang paling kompeten sekalipun, seperti Syed Abdul Vahid, yang telah menulis Iqbal: His Art & Thought setebal 300 halaman yang merupakan hasil penelitiannya selama 30 tahun masih mengatakan: “To give the life history of a genius so great and so versatile in brief sketch is like an attempt to paint a landscape on a postal stamp (quoted by Study Rizal Lolombulan Kontu, 2011).
“Demikian pula membaca buku Rekontruksi ini, bagi saya, bukan sesuatu yang sangat mudah untuk bisa memahaminya hanya dengan sekali baca dalam setiap paragraf, halaman, bab, dan, apalagi, satu buku utuh,” papar dosen Fakultas Filsafat UGM.
Sementara itu, Haidar Bagir, Direktur Utama Kelompok Mizan, penerbit yang mencetak buku karya Muhammad Iqbal menyatakan dari sekitar dua puluh satu buku yang ditulis oleh Muhammad Iqbal, hanya dua yang berbentuk prosa, selebihnya adalah puisi dan sajak. Dua buku yang berbentuk prosa karya Muhammad Iqbal adalah adalah The Reconstruction of Religious Thought in Islam dan Development of Metaphysics in Persia; A Contibution on The History of Muslim Philosopy.
“Selebihnya, karya Iqbal dalam bentuk puisi dan sajak. Namun tak bisa dipungkiri, nama Muhammad Iqbal tetap masuk dalam jajaran pemikir yang punya andil besar dalam pembangunan intelektual Islam. Meski dalam kerja intelektualnya Iqbal lebih banyak menulis tentang puisi atau sajak,” kata Haedar Bagir dalam makalah tertulisnya. (Humas UGM/ Agung)